Ke depannya, 3,4% pos tarif di Korea dan 5,6% di Indonesia masing-masing akan dieliminasi secara bertahap dalam rentang waktu 3-20 tahun mendatang.
“Diperkirakan lima tahun yang akan datang kerja sama ini dapat memberikan peningkatan kesejahteraan hingga US$ 21,9 miliar, pertumbuhan ekonomi 2,43%, peningkatan ekspor 19,8%, dan peningkatan impor 13,8%,” imbuhnya.
Nirwala mengatakan dengan adanya peningkatan arus barang yang akan masuk dari Korea ke Indonesia (impor), dibutuhkan sebuah payung hukum yang jelas dalam mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian tersebut.
“Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah bergerak cepat dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.04/2022 terkait tata cara pengenaan tarif bea masuk, dan PMK Nomor 227/PMK.010/2022 terkait penetapan tarif bea masuk,” rincinya.
Terkait tata cara pengenaan tarif bea masuk, Nirwala menekankan bahwa ada beberapa hal yang harus dipahami masyarakat khususnya para pelaku impor.
“Telah berlaku sejak 1 Januari 2023 lalu, PMK ini memuat beberapa hal penting yang harus dipahami, seperti tarif preferensi dan ketentuan asal barang (rules of origin), penelitian dan pengenaan tarif preferensi, evaluasi pengenaan tarif, dan berbagai ketentuan lainnya sesuai perjanjian ini. Untuk memahami penjelasan yang lebih rinci, PMK tersebut dapat diakses melalui tautan https://s.id/PMK-299-2022.”
“Dengan adanya PMK ini kami harap dapat mendukung alur perdagangan khususnya impor, dalam rangka mendukung kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan. Kami imbau kepada seluruh pelaku impor untuk benar-benar memahami ketentuan baru yang berlaku dan dapat memaksimalkan segala fasilitas yang diberikan. Mari bersama-sama mendukung perkembangan dan peningkatan kondisi ekonomi nasional,” pungkas Nirwala.
(bbn)