“Kalau utang kurang lebih terkait DER yang di atas 300% untuk BUMN Karya ini persoalannya kan pembangunan infrastruktur berasal dari pinjaman, ini menjadi tekanan cukup besar pada BUMN Karya dan kebanyakan penugasan, hingga akhirnya mereka menalangi dulu karena tidak ada modal. Maka lewat utang perbankan ataupun non perbankan,” ucap Peneliti sekaligus Head of Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho kepada Bloomberg Technoz, Kamis (9/3/2023).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur pemerintah selalu meningkat. Periode 2015 hingga 2019 misalnya telah terjadi peningkatan anggaran infrastruktur sekitar 62%.
Pada fase awal kepemimpinan Presiden Jokowi, anggaran infrastruktur yang mayoritas dikerjakan oleh BUMN tercatat Rp 256 triliun. Empat tahun berselang angkanya menjadi Rp 415 triliun pada 2019.
Menurut Andry penambahan nilai proyek yang berasal dari pemerintah diiringi kenaikan rasio utang membawa sentimen buruk ke masyarakat, khususnya investor. Hal ini makin diperparah oleh efek pandemi yang menyebabkan progres pembangunan infrastruktur pemerintah terhambat.
“Kita lihat memang sentimen publik bahwa (BUMN) karya ini belum kembali kepada kinerjanya sebelum pandemi. Ketika masa pandemi sektor konstruksi cukup tertekan, dalam hal ini BUMN Karya. Emiten ini di pasar modal belum cukup bagus,” jelas Andry.
Data total utang keempat BUMN Karya yang listing di pasar modal Indonesia, Adhi Karya, Pembangunan Perumahan, Waskita Karya dan Wijaya Karya, per kuartal III-2022 tercatat Rp 212 triliun. Kembali, nilai utang tertinggi masih dipegang Waskita Karya dengan nilai Rp 20,6 triliun.
Andry menambahkan, dengan rasio utang sebesar itu akan memengaruhi kinerja laba bersih BUMN Karya. “Ketika berpengaruh pada laba, sentimen emiten rendah, ini yang menurut saya, publik belum melihat ada tanda-tanda terkait peningkatan laba, padahal itu yang mereka tunggu,” ucap dia.
Pada 3 Maret lalu Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka status suspensi perdagangan saham Waskita Karya. Posisi saham WSKT usai dibuka berada pada level Rp 374/saham, kemudian turun tajam dalam dua hari perdagangan, hingga Selasa (7/3/2023). Kini saham WSKT berada pada posisi Rp 264/saham. Diketahui BEI melakukan suspensi terkait mundurnya pembayaran bunga dan pokok sejumlah surat utang (obligasi) WSKT.
Penurunan harga, lanjut Andry, dipengaruhi oleh aksi investor yang memilih menjauh dari saham-saham sektor konstruksi. “Banyak yang beralih, dari memegang emiten konstruksi ke non konstruksi. [Penurunan harga saham] salah satunya untuk menghindari hal tersebut,” papar dia.
Dalam sepekan perdagangan, saham ADHI juga berada pada fase bearish, dari level Rp 444/saham, sempat menanjak ke level tertinggi Rp 458/saham yang kemudian kembali turun kembali ke posisi Rp 426/saham. Saham ADHI hari ini tercatat minus 6 poin (1,39%).
Saham PTPP hari ini stagnan pada level Rp 600/saham, namun sepanjang sepekan terakhir perdagangan terjadi penurunan 6,9%. Saham WIKA sepakan ini juga telah turun 9,5% ke posisi Rp 575/saham pada sesi 2 perdagangan, Rabu (8/3/2023).
Proyek BUMN Karya di Ibu Kota Nusantara
Andry melihat, optimalisasi proyek BUMN Karya lewat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, pun belum bisa membawa harapan memperbaiki rasio utang perseroan.
"Berbicara IKN, banyak PR-nya, karena tidak ada kepastian, mungkin pemerintah sudah punya target tapi bicara ketersediaan lahan, eksekusi. IKN juga ada beberapa staging. Tapi balik lagi, pemerintah berkeinginan menggenjot [pembangunan] infrastruktur di masa kepemimpinan Presiden [Jokowi]. Jadi tetap top priority," jelas dia.
Sumber utang BUMN Karya tidak hanya berasal dari pasar modal, baik penerbitan surat obligasi atau penawaran umum terbatas saham (rights issue), tapi juga melalui pinjaman perbankan. Pemberi pinjaman rata-rata berasal dari BUMN Perbankan. Berdasarkan data, kredit infrastruktur Bank Mandiri mencapai Rp 182 triliun di awal proyek infrastruktur ini digenjot. Bank BNI juga mencatatkan outstanding kredit infrastruktur Rp 110 triliun.
Nilai yang cukup tinggi ini tentu perlu jadi diperhatian oleh BUMN, meski relatif lebih aman karena masing-masing perbankan BUMN memiliki legal lending limit. Aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memagari nilai kredit yang diberikan perbankan lewat Batas Minimum Peminjaman Kredit.
Pada akhirnya, kata Andry, BUMN Karya hanya bisa mengoptimalisasi modal mereka yang terbatas untuk pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah. Ini menjadi penugasan oleh negara, bukan seperti perusahaan konstruksi swasta yang menimbang untung rugi sebuah proyek.
“Proyek kita katakan menghasilkan keuntungan, tapi ini sifatnya penunjukkan. Pada akhirnya kembali jadi tanggungan BUMN Karya. Kalau [perusahaan konstruksi] swasta lebih wait and see. At the end, posisi keuangan yang dinilai cukup, tapi dipaksakan,” pungkas dia.
(wep/frg)