Selanjutnya, Perry menjelaskan percepatan digitalisasi sistem pembayaran juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Perry menuturkan, ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India, masih kuat didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Namun di sisi lain, ekonomi China tumbuh melambat karena lemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai dampak lanjutan pelemahan sektor properti serta terbatasnya stimulus fiskal.
“Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian di pasar keuangan yang mereda. Ekonomi global diperkirakan tumbuh 3% pada 2023 dan melambat menjadi 2,8% pada 2024," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Januari 2024 di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Perry menambahkan, ketidakpastian pasar yang mulai mereda disebabkan oleh arah kebijakan moneter bank sentral di berbagai negara maju. Siklus kenaikan suku bunga acuan diperkirakan sudah selesai, suku bunga sudah mencapai puncak.
"Penurunan inflasi di negara-negara maju berlanjut meski masih berada di atas sasaran. Siklus kenaikan suku bunga di negara-negara maju, termasuk Fed Funds Rate, diperkirakan telah berakhir," kata Perry.
Terkait inflasi IHK Desember 2023, tercatat sebesar 2,61% (yoy) menurun dari tahun sebelumnya sebesar 5,51% (yoy) sehingga berada dalam kisaran 3,0±1%. Lalu, inflasi inti tahun 2023 berada pada level 1,80% (yoy), dipengaruhi oleh imported inflation yang rendah, ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, dan kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik.
“Penurunan inflasi dipengaruhi oleh terjaganya berbagai komponen inflasi sebagai hasil nyata konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia yang pro-stability serta sinergi erat kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah,” ujar Perry.
Sedangkan inflasi volatile food sebesar 6,73% (yoy) dan Inflasi kelompok administered prices tercatat sebesar 1,72% (yoy). Ia mengatakan, Ke depan BI akan terus memperkuat kebijakan moneter yang pro-stability dan memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk memastikan inflasi 2024 berada dalam kisaran 2,5±1%.
Sementara itu, pada 2024 ini, Perry memprediksi pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat 4,7-5,5% didukung permintaan domestik. Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi tahun ini didorong oleh berlanjutnya pertumbuhan konsumsi sebagai dampak positif penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu), investasi, pembangunan proyek strategis nasional, dan realisasi pembangunan ibu kota negara baru atau IKN.
Adapun, untuk kinerja rupiah di awal tahun ini mengalami pelemahan hingga 1,24% year to date. Meskipun begitu, ia juga menyatakan pelemahan kinerja rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang Asia lain. Seperti Ringgit Malaysia yang melemah 1,95%, Bath Thailand melemah 2,82% dan Won Korea melemah 2,24%.
Untuk kredit perbankan, Perry menyatakan pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2023 mencapai 10,38%, angka tersebut berada di kisaran atas target Bank Indonesia tahun lalu di angka 9%-11%. Ia juga memprediksi, bahwa pertumbuhan kredit kedepannya akan meningkat dalam kisaran 10-12%.
"Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing tumbuh 12,26% dan 10,05%," kata Perry.
Secara sektoral, pertumbuhan kredit didorong oleh penyaluran di lapangan usaha pengangkutan, jasa sosial, perdagangan serta listrik gas dan air. Sementara pembiayaan syariah pada 2023 mencapai 15,8% dan pertumbuhan kredit UMKM tahun lalu berhasil naik 8,03%.
Lanjutnya, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) tercatat sebesar 27,86% pada November 2023. Sementara itu, rasio kredit bermasalah perbankan atau Non-Performing Loan (NPL) tercatat sebesar 2,19% (bruto) dan 0,75% (neto).
Perry juga melaporkan nominal transaksi QRIS sepanjang tahun 2023 mencapai Rp229,96 triliun atau melonjak 130,01% secara year on year. Dalam hal ini, ia mengatakan terdapat 45,78 jumlah pengguna QRIS dan 30,41 juta yang merupakan usaha menegengah, kecil dan mikro (UMKM).
Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp8.178,69 triliun atau turun sebesar 0,81% (yoy). Dari sisi pengelolaan uang rupiah, jumlah uang kartal yang diedarkan pada Desember 2023 meningkat 7,33% (yoy), sehingga menjadi Rp1.101,75 triliun.
"Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang andal," ujar Perry.
(azr/lav)