Sepanjang 2023, Kementerian ESDM mencatat jargas rumah tangga yang sudah terpasang mencapai 900.000 sambungan rumah tangga (SR).
Dari jumlah tersebut, sebagian besar didominasi dari anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak 703.308 SR, dan sisanya dibangun melalui penugasan pemerintah kepada PT PGN (Persero).
Sekadar catatan, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024, pemerintah telah menargetkan pembangunan jaringan gas mencapai 4 juta SR. Namun, target itu diturunkan menjadi 2,5 juta SR, lantaran progresnya tak menemui kemajuan.
Laode menambahkan tantangan lain dalam masifikasi jargas adalah nilai keekonomian. Menurutnya, aspek ini harus dihitung secara detail, untuk memikat pengusaha agar mau ikut membangun jargas dengan skema KPBU, sehingga akan menjamin keekonomiannya sampai dengan rentang masa KPBU.
“Kemudian perlu juga didiskusikan strategi peralihan jargas yang dibangun melalui KPBU agar tidak lagi menggunakan LPG, sehingga LPG bisa disalurkan ke daerah-daerah yang belum bisa menikmati jargas,” ujarnya.
"Ini masih dalam tahap diskusi di Kementerian ESDM bagaimana nanti wilayah-wilayah yang sudah menggunakan jargas, secara bertahap penggunaan LPG-nya akan ditarik, dan dialokasikan ke wilayah yang belum ada jargas dan lebih membutuhkan," tutur Laode.
Keuntungan KPBU
Di lain sisi, Laode tidak menampik pembangunan jargas melalui skema KPBU juga memiliki banyak keuntungan. Salah satunya adalah risiko badan usaha dalam pembangunan jargas, sebagian akan ditanggung oleh pemerintah.
"Dengan demikian, dalam kelangsungan bisnisnya ke depan, badan usaha yang ikut dalam KPBU ini, risiko-risikonya akan ditanggung sebagian oleh pemerintah," ujarnya.
Keuntungan lain skema KPBU adalah sambungan jargas yang dibangun bisa dilakukan dalam format yang lebih masif, sehingga akan mempercepat pertumbuhan pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.
(wdh)