Dalam hal ini, Kementan mewajibkan importir melaksanakan wajib tanam sebanyak 5% dari pengajuan impor. Dengan asumsi tersebut, terdapat sekitar 200 perusahaan yang tidak melaksanakan wajib tanam dan terdapat 30 ribu ton bawang putih yang gagal ditanam.
Di lain sisi, Prihasto menyayangkan langkah Ombudsman yang melakukan konferensi pers tanpa terlebih dahulu mendengar penjelasan dari pihak Kementan.
Dirinya mengklaim diundang untuk klarifikasi pada pukul 13.30 WIB, sementara konferensi pers dilakukan pada pukul 10.00 WIB.
Selain itu, Prihasto menerangkan sebelumnya telah melakukan pertemuan ke Ombudsman bersama dengan asosiasi eksportir dan importir. Dirinya mengatakan bahwa asosiasi sudah mengatakan tidak ada pungutan liar.
“(Pada pemeriksan pertama di 17 November) saya datang. Saya bawa asosiasi eksportir importir ke sana. Semua saya ajak. Supaya mereka klasifikasi semua, mana yang katanya ada pungli. Tapi tidak diterima Ombudsman. Asosiasi sudah bantah, nggak ada pungli,” ujarnya.
Secara terpisah, Amran Sulaiman mengatakan, dirinya sudah memanggil Inspektorat Jenderal untuk validasi ihwal dugaan pungutan liar.
“Kami tadi langsung memanggil Irjen, dan timnya periksa, jadi langsung cek ke bawah. Kita harus cek. Kita terima kasih kepada Ombudsman itu termasuk masyaraka, kalau ada penyimpangan tolong sampaikan kita pasti tindaklanjuti,” ujar Amran.
Sebelumnya, Ombudsman menemukan empat dugaan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum atau tidak memberikan pelayanan, dugaan penundaan berlarut, dugaan tidak kompeten, dan dugaan melampaui wewenang dalam pelayanan RIPH dan kebijakan wajib tanam bawang putih akan kita uji dalam pemeriksaan.
Ombudsman juga menemukan banyak importir yang mangkir dari wajib tanam. Terdapat pula dugaan pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih yang nilainya Rp200 - Rp250/kilogram (kg), guna melancarkan penerbitan RIPH.
(dov/wep)