Kemudian, BPS mencatat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) per Agustus 2023 untuk perempuan adalah 54,52% sedangkan laki-laki mencapai 84,26%. Artinya, kesempatan perempuan yang berada di angkatan kerja untuk terserap di pasar lebih rendah ketimbang laki-laki.
Soal pendapatan, perempuan yang bekerja pun memperoleh lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Mengutip laporan Statistik Mobilitas Penduduk dan Tenaga Kerja 2023 terbitan BPS, rata-rata upah pekerja laki-laki per 2021 adalah Rp 2,6 juta/bulan sedangkan perempuan Rp 2,13 juta/bulan.
Pada 2022, kondisinya tidak berubah. Upah rata-rata pekerja laki-laki adalah Rp 2,98 juta/bulan dan perempuan Rp 2,35 juta/bulan.
Dalam setahun, rata-rata upah pekerja laki naik 14,61%. Sementara perempuan tumbuh 10,33%. Soal pertumbuhan upah, lagi-lagi perempuan berada di posisi marjinal.
Kemudian dalam laporan Profil Industri Mikro dan Kecil 2022, BPS melaporkan jumlah Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Tanah Air adalah 4,34 juta unit. Sebagian besar (68,14%) mempekerjakan pekerja yang tidak dibayar. Tenaga kerja yang tidak dibayar itu mayoritas adalah perempuan, dengan porsi 54,83%.
Di sisi lain, perempuan lebih dominan di IMK, yang notabene merupakan sektor informal. Sekitar 44,07% IMK dikelola secara tunggal di mana pemilik usaha adalah satu-satunya pekerja. Dari jumlah tersebut, 70,26% adalah perempuan.
Kelompok industri yang banyak dikelola oleh pengusaha tunggal perempuan adalah makanan, pakaian jadi, tekstil, kayu dan barang dari kayu, barang dari gabus (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dan rotan, serta bambu dan sejenisnya.
Partisipasi perempuan dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai sekitar 60%, tetapi sebagian besar terkonsentrasi di usaha mikro bahkan ultra mikro. Salah satu penyebabnya adalah akses terhadap permodalan yang lebih sulit didapat dibandingkan unit usaha yang dimiliki laki-laki.
Oleh karena itu, akses permodalan menjadi penting untuk mengangkat peran perempuan di bidang ekonomi. Permodalan akan sangat membantu perempuan untuk ‘naik kelas’.
Suryani adalah salah satu contoh betapa perempuan harus bekerja keras demi kehidupan yang lebih baik. Suryani dan suaminya, Wahyudi, tinggal di wilayah padat penduduk di Sulawesi Barat.
Wahyudi adalah seorang pekerja serabutan dengan pendapatan tidak tetap. Untuk menyambung hidup, Suryani memanfaatkan keahliannya untuk membuat pernak-pernik.
Namun untuk mengembangkan usaha tersebut, Suryani kesulitan karena tidak punya tabungan. Ini membuat Suryani harus berpaling kepada rentenir untuk mendapatkan modal usaha.
Akan tetapi, rentenir di mana-mana sama. Bunga pinjaman yang dikenakan kepada Suryani begitu tinggi, sehingga bukannya usaha berkembang, yang ada malah terjebak utang.
Perempuan seperti Suryani sangat membutuhkan bantuan modal untuk mengembangkan usaha dan mengangkat derajat hidup keluarganya. Mereka butuh opsi agar tidak kemudian malah jatuh ke jurang utang.
Indonesia sudah memiliki opsi tersebut. PT Permodalan Nasional Madani (Persero)/PNM pada 2015 meluncurkan produk yang diberi nama Mekaar, singkatan dari Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera.
Mekaar mengambil contoh dari Grameen Bank yang dijalankan di Bangladesh oleh pemenang Nobel, Muhammad Yunus. Fokus produk Mekaar adalah memberikan akses permodalan bagi perempuan pra-sejahtera untuk usaha mikro, baik yang ingin memulai usaha maupun mengembangkan usaha. Perempuan menjadi nasabah Mekaar karena secara statistik memiliki tingkat pelunasan yang tinggi, tanggung jawab keuangan yang lebih besar, serta lebih mengutamakan kebutuhan keluarga dan masa depan anak.
Per 2021, nasabah Mekaar sudah mencapai 11,01 juta. Bahkan Mekaar menjadi komponen utama pendapatan PNM, dengan kontribusi mencapai 85,8% pada 2022.
Berdasarkan survei BRI Research Institute pada 2023, sebanyak 60,85% nasabah Mekaar mampu meningkatkan omzet usaha dan 48,35% bahkan menikmati penambahan aset. Ini membuat para nasabah mampu meningkatkan taraf hidup sehari-hari, termasuk untuk pendidikan anak.
Tidak hanya permodalan, Mekaar juga memberikan akses kepada perempuan terhadap bahan baku dan distribusi.
Pada 2021, pemerintah membentuk Holding Ultra Mikro yang terdiri dari PNM, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Pegadaian (Persero) sebagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan UMKM di Ibu Pertiwi. Langkah ini berhasil meningkatkan cakupan Mekaar dan pada 2023 jumlah nasabah sudah hampir 15 juta.
Dengan sumber daya digital BRI, nasabah Mekaar mendapatkan akses produk keuangan yang lebih komprehensif. Kini, nasabah Mekaar bisa menikmati sistem transaksi tanpa uang tunai (cashless) melalui pembukaan rekening. Dalam 2 tahun, sudah ada 10 juta rekening simpanan.
"Akses terhadap layanan keuangan sangat penting bagi masyarakat kurang mampu dan kurang terlayani. Pembiayaan dengan harga terjangkau dapat berfungsi sebagai tanjakan untuk meningkatkan skala usaha mereka dan meningkatkan peluang untuk menaiki tangga kelas ekonomi yang sulit dicapai," papar Direktur Utama BRI Sunarso dalam pandangannya di World Economic Forum Annual Meeting.
"Sayangnya, sebagian besar lembaga keuangan formal mengabaikan segmen ini karena persepsi peningkatan risiko yang disebabkan oleh kurangnya keahlian bisnis, ketidakstabilan pendapatan, biaya layanan, kurangnya riwayat kredit, sebagian besar transaksi yang berbasis uang tunai, dan kurangnya agunan."
Dengan memanfaatkan sumber daya digital BRI, PNM memberikan anggota Mekaar akses terhadap produk keuangan yang komprehensif dan membangun landasan bagi inklusi keuangan digital dengan mengembangkan ekosistem non-tunai, dimulai dengan pencairan pinjaman non-tunai ke rekening tabungan yang baru didirikan.
Mekaar terbukti mampu menjadi salah satu katalis yang membuat perempuan lebih melek keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan untuk kali pertama literasi keuangan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan literasi keuangan laki-laki.
Indeks literasi keuangan perempuan meningkat dari 36,13% pada 2019 menjadi 50,33% pada 2022. Sedangkan indeks literasi keuangan laki-laki pada 2022 sebesar 49,05%.
"Akan tetapi, tugas belum selesai. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus digarap untuk terus memajukan peran perempuan. Data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyebut, masih ada sekira 27,1 juta perempuan berusia produktif yang masih miskin," jelas Sunarso lebih jauh.
Bagi Indonesia, membuat perempuan lebih maju dan berdaya tidak menghasilkan apapun kecuali kemajuan. Berbagai belenggu yang membebani perekonomian akan terlepas, dan Indonesia bakal siap untuk tinggal landas.
Riset McKinsey & Company yang berjudul The Power of Parity: Advancing Women’s Equality in Indonesia menyebut Indonesia sedikit lebih baik dibandingkan negara-negara Asia-Pasifik dalam hal kesetaraan gender. Kesetaraan kesempatan kerja antara laki-laki dan perempuan bahkan sudah di atas rata-rata. Indonesia juga mampu mengurangi angka kematian ibu melahirkan dan mempersempit jarak pendidikan antara laki-laki dan perempuan.
“Namun beberapa ketidaksetaraan masih terjadi. Mempersempit jarak antar-gender akan membuahkan dampak ekonomi yang signifikan. Memajukan kesetaraan perempuan akan membuat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bertambah US$ 135 miliar (Rp 2.104,92 triliun) pada 2025. Angkan ini 9% lebih tinggi dibandingkan tidak melakukan apa-apa (business as usual),” jelas laporan McKinsey.
(tim)