Logo Bloomberg Technoz

Prediksi terbaru itu lebih rendah dibanding ekspektasi pasar global yang masih meyakini akan ada penurunan FFR 1%-1,5% dan secepatnya dimulai pada akhir kuartal II-2024.

Kepastian waktu dan besarnya penurunan bunga global yang masih tanda tanya akan menjadi risiko yang membebani pergerakan nilai tukar rupiah, di samping risiko-risiko yang muncul dari ketegangan geopolitik serta pelemahan ekonomi di negara-negara besar seperti China. Selama kepastian itu belum ada, nilai tukar rupiah juga pasar keuangan domestik masih akan menghadapi risiko volatilitas.

Alhasil, dengan perkiraan bahwa FFR akan melandai lebih banyak tahun ini, BI optimistis tren rupiah adalah menguat sepanjang tahun ini dengan volatilitas jangka pendek yang masih akan ada. Kepercayaan diri ini juga banyak disokong melimpahnya cadangan devisa yang bulan lalu mencatat lonjakan tertinggi dalam satu dekade hingga lebih dari US$ 8 miliar dalam sebulan, mencapai US$ 146,4 miliar. 

"Hari ini kita putuskan BI Rate tetap. Saya sampaikan ruang penurunan suku bunga masih akan ada," ungkap Perry.

Meski demikian, tambah Perry, penurunan BI Rate tentu membutuhkan prasyarat. Setidaknya ada 2 syarat utama yaitu penguatan nilai tukar rupiah dan inflasi yang terkendali, khususnya inflasi inti dan inflasi pangan.

"Kemudian bagaimana kita melihat dukungan kredit dalam pembiataan ekonomi, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," sambungnya.

Jadi, kapan BI Rate bisa turun?

"Kesimpulannya, kami tetap sabar dan masih akan sabar melihat kondisi dalam negeri dan global," ujar Perry.

Tertolong Konsumsi Pemilu

Bunga acuan yang masih tinggi di mana serial pengetatan sudah dilangsungkan oleh BI sejak Agustus 2022 terpantik pengetatan bunga global, telah berdampak tidak kecil terhadap performa perekonomian domestik. 

Daya beli masyarakat terlihat semakin melemah dengan penurunan uang beredar dalam dua bulan berturut-turut dan pertumbuhan dana pihak ketiga bank yang rendah. Pada Desember, DPK hanya tumbuh tak sampai 4%. Sementara angka Januari belum dirilis oleh BI.

Meski beberapa indikasi pelemahankian kentara, BI mengklaim daya beli masyarakat masih baik, di mana hal itu salah satunya tercermin dari besarnya penarikan uang tunai saat musim libur Natal dan Tahun Baru lalu mencerminkan konsumsi yang masih kuat.

"Untuk menggambarkan daya beli, realisasi penarikan uang melampaui realisasi mencapai Rp130 triliun, naik 10,7% dibanding libur Nataru 2022 dan itu 104% lebih tinggi ketimbang proyeksi BI. Belum pernah terjadi itu [melampaui proyeksi], biasanya selalu di bawah proyeksi," jelas Doni P Joewono, Deputi Gubernur BI dalam kesempatan yang sama.

Perry lebih lanjut optimistis pertumbuhan ekonomi tahun 2024 akan mencapai di kisaran 4,7%-5,5%, lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diprediksi di rentang 4,5%-5,3%. Pertumbuhan tahun ini akan banyak mengandalkan konsumsi domestik di kala kinerja ekspor diprediksi masih belum akan bangkit.

"Pertumbuhan 2024 akan meningkat didukung permintaan domestik utamanya pertumbuhan konsumsi, termasuk dampak positif penyelenggaraan pemilu serta peningkatan investasi khususnya bangunan sejalan dengan berlanjutnya pembangunan PSN termasuk Ibu Kota Nusantara [IKN]," jelas BI.

(rui/aji)

No more pages