Selain itu, perusahaan menyiapkan persetujuan final advisor terhadap para pemegang sahamnya; termasuk dengan mitranya dari Rusia, yakni Rosneft Singapore Ltd, yang nasib kepesertaannya di Kilang Tubang makin terkatung-katung di tengah konflik geopolitik di negara asalnya.
Mengenal Kilang Tuban
Kilang Tuban sejatinya akan dijadikan proyek strategis nasional (PSN). Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek itu dirancang untuk produksi minyak hingga 300.000 barel/hari dan menelan nilai investasi Rp238,25 triliun, dengan Pertamina selaku penanggung jawab.
Proyek GRR Tuban sendiri pada awalnya didirikan sebagai antisipasi Indonesia dalam menghadapi krisis energi – khususnya kemampuan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) – seiring dengan kenaikan konsumsi dari tahun ke tahun yang berbanding terbalik dengan produksi kilang di dalam negeri.
Kilang BBM yang ada di Indonesia dioperasikan oleh Pertamina dan hanya sanggup memproduksi 0,65 juta barel per hari, padahal kebutuhan domestik mencapai 1,18 juta barel per hari. Pertamina sendiri memprediksi pada 2030, permintaan BBM domestik menembus 1,65 juta barel per hari.
Dari latar belakang tersebut, pada 7 September 2015, Direktur Pengolahan Pertamina memulai inisiasi rencana pembangunan kilang baru di Tubanm Jawa Timur melalui surat kepada Kementerian BUMN.
“Tuban dipilih mempertimbangkan pelbagai faktor baik aspek geografi maupun potensi di bidang ekonomi khususnya di Jawa Timur. Sejak 2016 dibentuklah kemitraan bersama antara Pertamina dengan perusahaan minyak dan gas internasional asal Rusia, Rosneft melalui skema joint venture,” papar PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) dalam situs resminya.
Lalu, pada 28 November 2018, di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Pertamina dan Rosneft resmi membentuk perusahaan patungan itu dan dinamai PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia.
Pembentukan Usaha Patungan
Pertamina melalui anak perusahaannya PT Kilang Pertamina Internasional menguasai 55% saham PRPP, sedangkan 45% sisanya dikuasai oleh afiliasi Rosneft di Singapura yaitu Rosneft Singapore Pte Ltd (dahulu Petrol Complex Pte. Ltd).
Setelah melalui serangkaian kajian dan dinamika, akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tmur No. 188/23/KPTS/013/2019 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kilang Minyak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur tanggal 10 Januari 2019 .
Melalui surat tersebut, telah dikukuhkan lahan seluas kurang lebih 840 hektare di 4 desa Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban sebagai lokasi pembangunan kilang GRR Tuban.
Kilang GRR Tuban pun telah disahkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
“Fase proyek GRR Tuban oleh PRPP telah dimulai sejak 2016 yang ditandai dengan aktivitas Bankable Feasibility Study. Pada 2019, PRPP berkolaborasi dengan Tecnicas Reunidas S.A selaku kontraktor penyusun GED yang berbasis di Madrid, Spanyol memulai fase General Engineering Design untuk PRPP,” papar PRPP.
Pekerjaan GED terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). Tahap BED diselesaikan pada 31 Maret 2021 dan langsung dilanjutkan dengan tahap FEED yang berakhir pada 31 Mei 2022.
Tak Beri Kepastian
Akan tetapi, asa Pertamina untuk mendirikan Kilang Tuban itu dibikin terkatung-katung oleh Rosneft, yang tiba-tiba menghilang tanpa kepastian dari rencana investasi di proyek tersebut.
Korporasi Rusia itu mendapat sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi terhadap Ukraina sejak awal 2022; yang menyasar pada akses pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sempat mengatakan pemerintah masih kukuh melanjutkan negosiasi dengan Pemerintah Rusia demi mengunci investasi Rosneft di proyek Tuban.
“Rosneft, tahu sendiri, sulit. Namun, saya sudah berbicara dengan Dubes Rusia untuk berkomunikasi dengan Rosneft. Masih bisa enggak? Kalau enggak, kita cari pengganti,” tegasnya, awal November.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji pun masih berharap tahun ini akan ada titik terang dari kepastian investasi Rosneft di Kilang Tuban. "Mereka itu bukan yang langsung kena sanksi begitu, ternyata masih bisa [ada harapan untuk] diputuskan," ujarnya.
(wdh)