Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Sesi II perdagangan Rabu (17/1/2024) mencetak angka koreksi yang makin dalam. IHSG drop 1,03% ke posisi 7.167,87. IHSG bahkan sempat menyentuh level 7.163 pada pukul 14.20.
Volume transaksi tercatat 16,53 miliar saham, dengan nilai transaksi Rp6,86 triliun. Frekuensi yang terjadi sebanyak 953 ribu kali. Nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pukul 14.20 melemah 0,3% ke posisi Rp15.640/US$.

Adapun sebanyak 359 saham mengalami pelemahan dan hanya 179 saham naik. Sedangkan 224 saham tidak bergerak.
Penyebab IHSG Anjlok
Sejumlah sektor saham menjadi pemberat laju IHSG pada perdagangan Sesi II siang hari ini. Sektor saham teknologi, kesehatan dan energi mencatatkan koreksi paling jeblok, dengan masing-masing drop mencapai 2,22%, 1,3% dan 1,17%.
Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan juga tercatat di zona merah, dengan penurunan hingga 9,6 poin (0,96%) ke posisi 966.
Saham-saham LQ45 yang tercatat melemah harganya adalah saham GOTO turun 5 poin ke posisi Rp85/saham, saham TPIA melemah 160 poin ke posisi Rp3.400/saham, dan saham ESSA kehilangan 20 poin ke posisi Rp570/saham.
Untuk pasar saham Asia kompak bergerak melemah pada pagi hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong drop 4%, Indeks Kospi melemah 2,47%, Indeks Shanghai jatuh 2,09%, indeks Strait Times Singapore turun 1,27% dan indeks Nikkei 225 terdepresiasi 0,4%. Sementara itu Dow Jones Index Future turun 0,42%.
Indeks saham China yang terdaftar di Hong Kong merosot paling dalam sejak November 2022. Indeks Hang Seng China Enterprises, yang merupakan indeks dari saham-saham utama China yang terdaftar di Hong Kong, turun sebanyak 4,1%. Diperdagangkan pada level terendah dalam lebih dari satu tahun.
Ambrolnya IHSG dan Bursa Asia siang hari ini terseret sentimen dari serangkaian data ekonomi China yang mengecewakan terus membebani sentimen investor.
Data yang dirilis pada hari Rabu menunjukkan hasil yang beragam untuk negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini, sementara harga rumah dan pengeluaran terkait properti mengecewakan. Sebuah ukuran perubahan harga secara luas mencatat penurunan kuartalan terpanjang sejak tahun 1999.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, harga rumah di China mengalami penurunan terbesar dalam hampir sembilan tahun pada Desember, menyoroti alasan mengapa pemerintah mendukung kota-kota besar untuk mengatasi krisis properti.
Bersamaan dengan itu, rasio utang ekonomi China mencapai rekor tertinggi baru, menurut data Bank Sentral dan Biro Statistik yang dikumpulkan oleh Bloomberg.
Rasio leverage makro–atau total utang sebagai persentase dari produk domestik bruto, menanjak ke angka 286,1% pada kuartal keempat. Rasio utang yang dimiliki oleh sektor pemerintah mengalami peningkatan mencapai 2,3 poin persentase.
(fad)