Terakhir, ia juga mengatakan sampai tahun 2023 lalu, sementara ini pendapatan daerah dari pajak hiburan berada di angka Rp2,2 triliun.
“Berdasarkan data kami di 2023, data sementara 2,2 triliun, jadi sudah bangkit,” ungkapnya.
Lydia juga menjelaskan, dalam masa tersebut beberapa daerah sudah menerapkan pajak hiburan tertentu sebesar 40%-70%. Ia memaparkan, bahwa dari 436 daerah, terdapat 177 daerah yang melaporkan sudah menerapkan pajak hiburan tertentu mulai dari 40%-75%.
Secara terperinci, dia mengatakan terdapat 36 daerah yang menerapkan pajak hiburan tertentu dengan besaran 40%-50%, selanjutnya ada 67 daerah menerapkan pajak hiburan khusus 50%-60%, 16 daerah yang menerapkan diatas 60%-70%, serta 58 daerah diatas 70%-75%.
Sebagai informasi, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 masih belum ditetapkan tarif batas bawah untuk hiburan tertentu, yakni pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa. Namun tetap terdapat batas paling tinggi yakni 75%.
Tidak seperti UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD) yang sudah mengatur batas terendah sebesar 40% dan batas tertinggi 70% untuk tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan diskotik, karaoke, klub malam, bar dan mandi uap/spa.
Selain objek pajak yang dikategorikan sebagai PBJT tertentu, dalam UU HKPD dijelaskan bahwa PBJT hiburan umum hanya dikenakan pajak sebesar 10%. Yang sebelumnya dalam UU No 28/2019 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikenakan tarif pajak maksimal sebesar 35%.
“Basenya keputusan pembahasan dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan melihat praktik-praktik pemungutan, beberapa daerah sudah menerapkan 40% itu dengan dasar UU No 28 Tahun 2009,” ujar Lydia.
(azr/lav)