Korporasi Rusia itu mendapat sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi terhadap Ukraina sejak awal 2022; yang menyasar pada akses pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang.
Meski hingga kini Rosneft tidak kunjung memberi kepastian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih belum putus berharap dan tetap memberi batas waktu untuk final investment decision (FID) Rosneft di proyek Tuban pada 2024.
Kilang Tuban sejatinya akan dijadikan proyek strategis nasional (PSN). Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek itu dirancang untuk produksi minyak hingga 300.000 barel/hari dan menelan nilai investasi Rp238,25 triliun, dengan Pertamina selaku penanggung jawab.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sempat mengatakan pemerintah masih kukuh melanjutkan negosiasi dengan Pemerintah Rusia demi mengunci investasi Rosneft di proyek Tuban.
“Rosneft, tahu sendiri, sulit. Namun, saya sudah berbicara dengan Dubes Rusia untuk berkomunikasi dengan Rosneft. Masih bisa enggak? Kalau enggak, kita cari pengganti,” tegasnya, awal November.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji pun masih berharap tahun ini akan ada titik terang dari kepastian investasi Rosneft di Kilang Tuban. "Mereka itu bukan yang langsung kena sanksi begitu, ternyata masih bisa [ada harapan untuk] diputuskan," ujarnya.
Di lain sisi, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sendiri memastikan keputusan investasi akhir atau FID proyek Kilang Tuban akan diumumkan pada Maret 2024.
"Insyaallah Maret 2024 FID bisa kita dapatkan. Tentu harapannya dengan dukungan infrastruktur dan akses lahan kilang [yang mumpuni]," ujar Direktur Utama PT KPI Taufik Adityawarman di kompleks parlemen, pengujung 2023.
Untuk mendukung misi itu, Taufik mengatakan perusahaan juga tengah menyiapkan persetujuan akhir beberapa paket tender infrastruktur pendukung dengan konsep pendanaan engineering procurement construction (EPC).
Selain itu, perusahaan menyiapkan persetujuan final advisor terhadap para pemegang sahamnya; termasuk dengan mitranya dari Rusia, yakni Rosneft Singapore Ltd, yang nasib kepesertaannya di Kilang Tubang makin terkatung-katung di tengah konflik geopolitik di negara asalnya.
Taufik juga mengatakan, perseroan pun tengah mengusulkan untuk membuat kawasan ekonomi khusus (KEK) di sekitaran megaproyek kilang yang terletak di Jawa Timur itu.
Untuk menunjang hal itu maka diperlukan juga pembangunan ruas jalan tol ruas Tuban dan Rel Kereta Api dari Babat—Tuban, serta pelebaran jalan dan penguatan jembatan di ruas Gresik—Tuban untuk menunjang konstruksi ke depan.
"Pengusulan KEK Tuban saat ini sedang kami persiapan proposalnya, dan target approval KEK pada kuartal I-2024."
Zarubezhneft Cabut, Nasib Blok Tuna Tak Menentu hingga 2025
Pada Agustus 2023, perusahaan migas asal Inggris, Harbour Energy, tetiba memutuskan untuk mengundur FID terhadap pengembangan Blok Tuna, di Laut Natuna Timur hingga 2025.
Pemerintah Indonesia, padahal, telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau plan of development (PoD) Lapangan Tuna sejak Desember 2022.
Lewat keterbukaan informasi, Harbour menjelaskan jika pengunduran rencana investasi itu adalah imbas sanksi Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini berdampak pada salah satu mitra perusahaan tersebut di Blok Tuna yang merupakan BUMN migas asal Rusia, yaitu Zarubezhneft.
"Di tempat lain di Indonesia, kami berupaya untuk mengembangkan rencana pengembangan lapangan yang telah disetujui untuk penemuan Tuna kami yang terkena dampak sanksi UE dan Inggris," ujar Chief Executive Officer (CEO) Harbour Energy, Linda Zarda Cook.
"Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Pemerintah Rusia sebagai mitra kami, dan Pemerintah Indonesia untuk mencapai solusi – tetapi tidak mengantisipasi untuk dapat memulai FID hingga tahun depan, yang berarti potensi keputusan investasi akhir akan diambil pada 2025," kata dia.
Blok Tuna sedianya dioperatori perusahaan migas asal Inggris Premier Oil Tuna BV, salah satu anak usaha Harbour Energy Group, dengan hak partisipasi 50%, dan Zarubezhneft, lewat anak usahanya ZN Asia Ltd, ikut memegang 50% hak partisipasi Blok Tuna.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Selain itu, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.
Hengkangnya Zarubezhneft dari Blok Tuna akhirnya dikonfirmasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) awal tahun ini.
Sejalan dengan itu, tenggat proses peralihan hak partisipasi atau participating interest (PI) dari Zarubezhneft kepada perusahaan lain pun ditargetkan bakal tuntas tahun ini.
"Memang ada batas waktu. Mudah-mudahan tahun ini selesai kepastiannya. Harapannya begitu," ujar Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf saat ditemui, awal Januari.
Nanang menyebut tenggat itu ditetapkan, menyusul adanya perusahaan asal Vietnam yang juga sedang melirik untuk membeli gas dari Blok di Laut Natuna Timur itu.
Akan tetapi, kabar terbaru menyebut bahwa Zarubezhneft dikabarkan masih meminta waktu tambahan untuk benar-benar hengkang dari Blok Tuna.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan permintaan itu menyusul banyaknya minat calon investor yang ingin menggantikannya untuk mengelola Blok Tuna.
"Mereka [menyampaikan] masih ada beberapa potensi yang meminta untuk melihat data room lagi. Jadi mereka minta [waktu] untuk mundur dahulu," ujarnya dalam konferensi pers akhir pekan lalu.
Tak ingin diberi harapan palsu, Benny pun memberi tenggat keputusan divestasi PI Zarubezhneft itu dapat menemui titik terang pada akhir kuartal pertama tahun ini.
"Rupanya yang berminat [investasi di Blok Tuna] cukup banyak," ujar dia.
-- Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan
(wdh)