“Teman-teman bisa bayangkan ga kalau kebjakan Jokowi dilanjutkan sama Prabowo-Gibran, bisa Rp16 kuadriliun (dalam) 5 tahun ini (utang Indonesia), karena nggak mau kerja keras,” ucapnya.
Dalam hal tersebut, Faisal menilai bahwa pemerintah saat ini mewariskan beban utang yang begitu banyak kepada generasi selanjutnya. Hal tersebut yang menurutnya seperti dilupakan oleh Jokowi saat ini.
“Yang bayar bukan mereka, karena utangnya 30 tahun 20 tahun 10 tahun yang paling banyak itu. adik-adik kita, anak-anak kita. Jadi nyata-nyata yang dilupakan itu rezim Jokowi ini mewariskan beban yang amat berat buat generasi muda,” katanya.
“Oleh karena itu anda jangan diem, terutama gen z ini. Karena ulah generasi sekarang yang akan dibebankan kepada gen z ini,” lanjut Faisal.
Sebelumnya, ia juga menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang berada di ujung tanduk akibat besarnya utang negara dan berbagai praktik eksploitasi sumber daya alam masih terus dilakukan.
“Pemburukan tadi, politik, indeks demokrasi dan oligarki dan persepsi korupsi itu bersejajaran dengan ekonomi. Tugas saya adalah menunjukan ekonomi juga sudah di ujung tanduk,” ujarnya.
Ia mengklaim, bahwa saat ini utang Indonesia berada di besaran Rp8 kuadriliun dan angka tersebut ia proyeksikan bisa terus naik pada akhir tahun hingga mencapai Rp 8,7 kuadriliun.
“Akhir tahun ini diperkirakan Rp8,7 kuadriliun,” katanya.
Dalam hal eksploitasi sumber daya alam, ia memberikan perhatian pada beberapa komoditas pertambangan, yakni batu bara hingga nikel. Ia mengatakan eksploitasi komoditas tersebut nantinya akan memberikan dampak negatif bagi generasi selanjutnya.
Ia memprediksi bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis dalam kurun waktu 13 tahun lagi. Sehingga di masa mendatang, saat zaman mobil dan sepeda motor listrik menjadi alat transportasi utama, baterai yang dipakai dari kendaraan tersebut adalah produk impor.
“Nikel 1,6juta ton, padahal cadangan kita cuman 21 juta ton, jadi 13 tahun lagi habis, kata saya. Namun kata menteri ESDM Faisal salah, 6-11 tahun lagi. Biasanya saya kan terlalu tinggi, tapi ini terlalu cepat, karena saya tidak hitung smelter-smelter nikel yang baru diberikan izinnya,” jelasnya.
(azr/lav)