ConocoPhillips Sempat Tertarik
Tutuka pun mengungkapkan ConocoPhillips Indonesia sebenarnya sempat tertarik masuk ke Blok Akimeugah, tetapi mengurungkan niatnya lantaran mahalnya biaya investasi yang harus diguyurkan.
Namun, dengan iming-iming gross split yang menarik, meski tidak dielaborasi berapa persentasenya, Tutuka masih membuka pintu bagi ConocoPhillips jika masih berminat menggarap blok tersebut.
“Kalau Conoco mau lagi, silakan. Kami tawarkan yang menarik split-nya.”
Isu Perbatasan Lorentz
Terkait dengan lokasi Blok Akimeugah yang juga berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lorentz, Tutuka menjamin pengembangan blok tersebut tidak akan mengganggu ekosistem taman nasional lantaran.
“Kita ‘potong’ Lorentz, jadi tidak ikut. Yang kita tawarkan [ke KKKS], kita kecualikan wilayah Lorentz-nya. Kepotongnya ini tidak terlalu besar, paling 10%, kecil. Setelah ini kita lanjutkan terus tanpa dipotong dengan Lorentz.”
Namun, untuk pengembangan infrastrukturnya saja, sambung Tutuka, Blok Akimeugah diperkirakan membutuhkan waktu 5—10 tahun. Dengan demikian, dia belum dapat memproyeksikan kapan wilayah kerja (WK) tersebut bisa mulai berproduksi atau onstream.
Blok Warim menjadi salah satu WK migas yang tengah menjadi sorotan akhir-akhir ini lantaran ditengarai menyimpan kekayaan migas di cekungan besar yang konon berbatasan dengan wilayah Papua Nugini.
Berdasarkan kajian Kementerian ESDM, potensi cadangan minyak di Blok Warim menembus 25,968 miliar barel.
Adapun, potensi cadangan gasnya menyentuh 47,37 triliun kaki kubik gas atau trillion cubic feet (TCF) alias empat kali lipat dari Blok Masela di Tanimbar, Maluku yang tidak lebih dari 10,73 TCF.
Pada awal November 2023, Kementerian ESDM melelang blok tersebut dengan kategori berisiko tinggi atau high risk.
Saat dibuka untuk lelang cekungan yang tadinya dikenal sebagai Blok Warim tersebut berganti nama menjadi Akimeugah 1 dan 2, bersamaan dengan penciutan wilayah kerja yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Lorentz Papua.
Pemangkasan wilayah itu, kata Tutuka, harus dilakukan agar tidak terjadi sengketa perizinan pada kemudian. Apalagi, Taman Nasional Lorentz merupakan kawasan konservasi, yang mesti membutuhkan perizinan khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar cadangan migas di sana dapat dieksploitasi.
"Supaya tidak menjadi permasalahan dengan lingkungan, termasuk UNESCO juga. Jadi kita potong [wilayah kerja migasnya]," ujarnya saat itu.
(wdh)