Berdasarkan data Bloomberg Billionaire Index, total kekayaan Hopp adalah US$ 10,8 miliar. Ini menjadikannya sebagai orang terkaya ke-193 dunia.
Pada dekade 1990-an, Hopp memutuskan mengambil alih Hoffenheim, tim kebanggaan kampung halamannya. Kala itu, Hoffenhem masih bermain di Kreisliga (Liga Distrik) yang merupakan kompetisi kasta terbawah di Jerman. Kompetisi kelas amatir, di mana para pemainnya punya pekerjaan lain selain menyepak si kulit bundar.
Dengan modal suntikan dana dari salah satu orang terkaya Jerman, nasib Hoffenheim berubah, dan berubah dengan cepat. Pada musim 2008/2009, Hoffenheim resmi menjadi klub Bundesliga. Hoffenheim bertransformasi dari tim amatir kelas kampung menjadi salah satu kontestan di liga sepakbola kasta teratas Jerman.
Masuk Liga Champions
Hopp tidak ingin Hoffenheim hanya jadi pelengkap penggembira di Bundesliga. Suntikan dana dari Hopp membuat Hoffenheim tidak cuma bertahan di Bundesliga, tetapi juga kompetitif.
Kucuran dana dari Hopp mampu membuat Hoffenheim merekrut nama-nama besar. Ralf Rangnick, seorang pelatih berpengalaman, berhasil didatangkan. Penyerang top seperti Vedad Ibisevic dan Demba Ba pun merapat.
Hasilnya memuaskan. Baru kali pertama berlaga di Bundesliga, Hoffenheim finis di peringkat 7. Ibisevic dan Ba masing-masing mencetak 18 dan 14 gol di Bundesliga kala itu.
Dengan Hopp di belakang, Hoffenheim pun terus aktif di bursa transfer. Beberapa nama top seperti Joelinton dan Roberto Firmino sempat bermain di sana.
Berikut perkembangan belanja transfer Hoffenheim:
Pencapaian terbaik Hoffenheim terjadi pada musim 2017/2018. Di bawah komando pelatih muda berbakat Julian Nagelsmann, Eugen Polanski dan kawan-kawan mengakhiri musim di peringkat 3 dan lolos ke Liga Champions Eropa musim 2018/2019.
Tidak hanya membekali Hoffenheim dengan pemain dan pelatih hebat, Hopp juga membenahi sisi infrastruktur. Sebelum bermain di Bundesliga, kandang Hoffenheim adalah stadion berkapasitas 5.000 penonton. Pada 2009, Hoffenheim pindah ke Rhein-Neckar-Arena yang berkapasitas lebih dari 30.000 penonton.
50+1
Namun apa yang dilakukan Hopp terhadap Hoffenheim tidak selalu dipandang positif. Di Jerman, ada aturan kepemilikan klub sepakbola harus sebagian besar di tangan suporter. Mereka adalah anggota klub yang membayar uang tahunan. Sebagai pemilik, suporter jadi punya hak untuk menentukan arah kebijakan klub.
Aturan ini dikenal sebagai 50+1. Suporter harus memiliki minimal 50% plus 1 saham klub. Ini ditempuh agar klub sepakbola tidak tercabut dari akar komunitasnya karena diambil alih oleh investor luar.
Oleh karena itu, Hoffenheim menjadi ‘musuh bersama’ di Bundesliga. Kehadiran Hopp, yang memiliki 96% saham Hoffenheim, dianggap bertentangan dengan tradisi sepakbola Jerman yaitu klub harus dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Setiap kali Hoffenheim berlaga, suara kontra terhadap Hopp hampir selalu terdengar. Pada 2020, misalnya, laga Hoffenheim versus Bayern Muenchen harus tertunda untuk beberapa waktu. Soalnya, suporter Bayern membentangkan spanduk penolakan terhadap Hopp yang bernada kasar.
“Du Hurensohn (kau anak pelacur)”. Mohon maaf, tetapi begitu bunyi salah satu spanduknya.
Pemain dan staf Bayern sampai harus memohon agar suporter menurunkan spanduk tersebut. Pertandingan baru berlanjut usai terhenti selama 20 menit.
Kejadian semacam ini bukan kali pertama. Di mana Hoffenheim bertanding, penolakan seperti itu menjadi rutinitas.
Namun sejatinya apa yang dilakukan Hopp di Hoffenheim tidak melanggar hukum. Meski ada aturan 50+1, tetapi itu dikecualikan bagi pihak yang sudah terbukti mendukung sebuah klub secara “substansial dan terus-menerus” selama 20 tahun.
Ini yang terjadi di Bayer Leverkusen, yang dimiliki oleh raksasa farmasi Bayer. Atau Wolfsburg, yang dimiliki oleh perusahaan otomotif Volkswagen (VW).
Federasi Sepakbola Jerman (DFB) pun sudah memberikan restu kepada Hopp untuk menjadi pemegang mayoritas saham Hoffenheim.
“DFB memberikan izin kepada Dietmar Hopp untuk memiliki mayoritas saham Hoffenheim, efektif sejak 1 Juli 2015. Kriteria sudah terpenuhi untuk pengecualian aturan 50+1,” sebut keterangan tertulis DFB pada Desember 2014.
Kasus di Indonesia
Kini nama SAP, perusahaan yang didirikan dan dimiliki Hopp, sedang jadi buah bibir di Tanah Air. SEC menemukan bukti pelanggaran Undang-undang Praktik Korupsi Asing atau FCPA yang dilakukan SAP.
"SAP membayar suap kepada para pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah," tegas Pelaksana Tugas Asisten Jaksa Agung Nicole M. Argentieri dikutip dari laman justice.gov.
SAP harus membayar sekitar US$ 220 juta atau Rp 3,41 triliun untuk bisa merampungkan investigasi kasus suap menyangkut asing ini.
Pengadilan menemukan praktik suap pada 2015-2018 yang diberikan ke pejabat di Kementerian kelautan dan Perikanan serta Balai Penyedia dan Penyelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Kominfo-sekarang BAKTI.
Menurut dokumen pengadilan, SAP dan rekan-rekan konspiratornya telah melakukan pembayaran suap kepada pejabat Afrika Selatan dan Indonesia. Suap tersebut dalam bentuk uang tunai, transfer digital, kontribusi pada kegiatan politik, serta pemberian sejumlah barang mewah.
(aji)