Lonjakan tagihan utang luar negeri yang jatuh tempo kurang dari setahun ke depan terutama oleh bank sentral, kemungkinan berkaitan dengan agresivitas Bank Indonesia beberapa bulan terakhir yang gencar menjual sekuritas baru ke pasar.
Yakni, Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sertifikat Valas (SVBI) dan Sukuk Valas (SUVBI) di mana ketiganya memiliki tenor di bawah 12 bulan. Berdasarkan data BI, sejak awal tahun hingga setelmen transaksi pada 11 Januari lalu, investor asing memiliki posisi beli bersih di SRBI sekitar Rp7,22 triliun. Selama 2023 hingga transaksi terakhir 29 Desember, posisi asing di SRBI sudah mencapai Rp52,81 triliun.
Sedangkan posisi kepemilikan SBN oleh asing sampai 10 Januari lalu mencapai Rp846,99 triliun atau sekitar 15% dari total SBN yang beredar di pasar.
Lonjakan posisi utang luar negeri yang jatuh tempo kurang dari setahun perlu dicermati karena bisa mempengaruhi stabilitas nilai tukar. Ketika ada nilai utang valas jatuh tempo bernilai besar dalam jangka pendek, permintaan valas bisa meningkat di mana bila itu tidak diimbangi oleh pasokan valas yang memadai, bisa membuat harga dolar melonjak dan menekan nilai rupiah.
Sejak awal 2023, rupiah sejauh ini mencatat kinerja yang lebih buruk dengan pelemahan mencapai 1,03% year-to-date. Namun, BI menilai kondisi masih cukup aman karena nilai cadangan devisa melesat memecahkan rekor pada akhir tahun dan diprediksi akan melanjutkan kenaikan pada Januari ini.
Pada Desember lalu, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat US$ 146,4 miliar, melompat naik US$ 8,29 miliar, kenaikan sebulan terbesar dalam lebih dari 10 tahun terakhir. Cadangan devisa RI terakhir mencatat kenaikan di atas US$ 8 miliar adalah pada April 2011 silam.
Kenaikan tajam cadangan devisa Desember mengantarkan posisi cadangan devisa ke level tertinggi sejak September 2021 atau lebih dari 2 tahun terakhir. Bank Indonesia menyebut, posisi cadangan pada Desember itu setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
(rui/aji)