Departemen Kehakiman dan Komisi Sekuritas dan Bursa Efek Amerika Serikat menemukan bukti pelanggaran Undang-undang Praktik Korupsi Asing atau FCPA yang dilakukan sebuah perusahaan perangkat lunak skala multinasional asal Jerman, SAP SE.
"SAP membayar suap kepada para pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga," ujar Pelaksana Tugas Asisten Jaksa Agung Nicole M. Argentieri dikutip dari laman justice.gov Minggu (14/1/2024).
Disebutkan, SAP SE juga harus membayar sekitar US$220 juta atau Rp3,41 triliun untuk bisa merampugkan investigasi kasus suap menyangkut asing ini.
SAP merupakan perusahaan multinasional asal Jerman yang membidangi produksi perangkat lunak dan berbasis di Walldorf, Baden Wuttenberg, Jerman. Perusahaan tersebut terkemuka dan didirikan pada 1972.
Pengadilan menemukan praktik suap pada 2015-2018 yang diberikan ke pejabat di Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Penyelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Kominfo-sekarang BAKTI.
Menurut dokumen pengadilan, SAP dan rekan-rekan konspiratornya telah melakukan pembayaran suap kepada pejabat Afrika Selatan dan Indonesia. Suap tersebut dalam bentuk uang tunai, transfer digital, kontribusi pada kegiatan politik, serta pemberian sejumlah barang mewah.
Susi saat berbicara juga menilai perlu mengetahui dokumen yang lebih lengkap soal hal ini. Kata dia, kalaupun soal software, dirinya juga tak terlalu paham kira-kira pada saat proyek apa di KKP pada saat itu.
"Belum pernah dengar," kata perempuan ini.
Sementara media berbahasa Jerman yakni Finanztrends dalam pemberitaan pada Rabu (10/1/2024) dan dikutip pada Minggu (14/1/2024) juga memberitakan SAP yang didenda oleh otoritas AS tersebut. Bahkan perusahaan ini disebutkan laman berita tersebut terkait dengan suap di tujuh negara berbeda. Hal ini bahkan sempat mengusik para investor saham SAP di Jerman.
(ezr)