Logo Bloomberg Technoz

Michael J. Kavanagh - Bloomberg News

Bloomberg, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menarik pasukan pemelihara perdamaian dari Republik Demokratik Kongo, akhir tahun 2024. Hal ini dilakukan meski pertempuran di negara tersebut masih terus berlangsung dan telah menyebabkan pengungsian dalam jumlah yang besar. 

Pemerintah Kongo merilis informasi, misi perdamaian PBB, yang dikenal sebagai Monusco, akan menutup penempatan polisi dan militernya di provinsi Kivu Selatan selambat-lambatnya, April 2024. Hal itu akan diikuti oleh penilaian yang diminta oleh dewan keamanan PBB dan penutupan pangkalan di Provinsi Kivu Utara dan Ituri.

"Setelah 25 tahun kehadirannya, Monusco secara definitif akan meninggalkan RDK pada akhir tahun 2024," kata perwakilan PBB dan Pemerintah Kongo dalam konferensi pers bersama.

"Monusco menegaskan kembali tekadnya untuk melaksanakan mandatnya dalam melindungi warga sipil bersama pasukan pertahanan dan keamanan Kongo."

Pasukan penjaga perdamaian PBB pertama kali datang ke Kongo di tengah-tengah perang yang melibatkan pasukan dari lebih dari setengah lusin negara Afrika lainnya, pada 1999. Jutaan orang tewas ketika pemberontak dan tentara berjuang untuk menguasai negara yang kaya akan sumber daya alam ini. Kini, Kongo sendiri merupakan negara terbesar kedua di benua Afrika berdasarkan luas wilayahnya. 

Selama bertahun-tahun, misi penjaga perdamaian ini merupakan misi terbesar PBB, dengan biaya lebih dari US$1 miliar atau setara Rp 15,53 miliar per tahun.

Terlepas dari kehadiran pasukan penjaga perdamaian, konflik terus berkecamuk di bagian timur Kongo, yang berbatasan dengan Uganda, Rwanda, dan Burundi. Puluhan kelompok pemberontak terus memperebutkan tanah, sumber daya ekonomi, dan perselisihan etnis. Konflik ini telah menyebabkan hampir 7 juta orang mengungsi.

Tentara Kongo sendiri telah berjuang untuk menghentikan kekerasan, tetapi pemerintah Felix Tshisekedi telah mendesak agar Monusco meninggalkan negara itu.

Bulan lalu, Kongo mengadakan pemilihan umum keempat sejak berakhirnya perang secara resmi pada 2003. Pemungutan suara sebagian besar berlangsung damai, menurut para pengamat pemilu, meskipun para kandidat oposisi menentang kemenangan Tshisekedi.

(bbn)

No more pages