Bahkan sebelumnya, harga batu bara naik 3 tahun beruntun.
Sementara harga CPO di Bursa Malaysia sepanjang 2023 jatuh 10,85%. Harga komoditas ini sudah turun 2 tahun beruntun setelah sempat melonjak 3 tahun tanpa putus.
Saat harga 2 komoditas ini ambruk, maka ekspor Indonesia akan ikut terpuruk. Sebab, keduanya menyumbang hampir 30% dari ekspor Indonesia.
Sepanjang Januari-November, nilai ekspor bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) tercatat US$ 39,7 miliar. Sumbangannya mencapai 17,89% dari total ekspor non-migas dan menduduki peringkat teratas.
Di posisi kedua ada lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi CPO) dengan nilai ekspor US$ 26,45 miliar. Kontribusinya adalah 11,91%.
Impor Bangkit
Untuk pertumbuhan impor, konsensus Bloomberg menghasilkan median proyeksi 0,64% yoy pada Desember. Masih tumbuh positif, tetapi melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 3,29%.
Jika kembali positif pada Desember, maka impor akan tumbuh selama 2 bulan beruntun. Sebelumnya, impor sempat turun 5 bulan beruntun.
Peningkatan impor dalam 2 bulan terakhir tidak lepas dari aktivitas industri manufaktur yang kembali bergairah. Pada November dan Desember, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Tanah Air selalu naik.
Lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan produksi industri dalam negeri. Jadi ketika industri manufaktur ekspansif, impor pun ikut naik.
“Data PMI mengindikasikan bahwa sektor manufaktur Indonesia menutup 2023 dengan catatan positif seiring permintaan dan produksi yang meningkat dalam laju yang solid. Ini membantu peningkatan pembelian bahan baku dan penciptaan lapangan kerja, yang pada akhirnya mendukung perbaikan aktivitas ekonomi,” papar Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global, dalam keterangan resmi.
Neraca Dagang Bersiap Surplus (Lagi)
Untuk neraca perdagangan, konsensus Bloomberg menghasilkan angka median perkiraan surplus US$ 1,97 miliar pada Desember. Menyusut dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 2,41 miliar.
Jika Desember surplus lagi, maka surplus neraca perdagangan akan menjadi 44 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mencatat defisit adalah pada April 2020.
Devisa dari sektor perdagangan ini mampu menjadi ‘obat’ mujarab bagi stabilisasi nilai tukar rupiah. Sepanjang 2023, rupiah menguat 1,09% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Kinerja rupiah lebih baik dari sejumlah mata uang Asia lainnya. Yen Jepang, misalnya, anjlok 7,59% dan menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning sepanjang tahun lalu.
Kemudian won Korea Selatan, yuan China, ringgit Malaysia, dan rupee India terdepresiasi masing-masing 2,66%, 2,91%, 4,32%, dan 0,57%.
(aji)