Bloomberg Technoz, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi update terbaru soal kasus yang menimpa Akulaku. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan perusahaan tengah menyelesaikan komitmen rencana aksi koreksi (corrective action plan).
“Sampai dengan akhir Desember 2023, Akulaku telah menyelesaikan corrective action sekitar 95,13% dari seluruh target dalam action plan,” terang Agusman dalam rilisnya, dikutip Jumat (12/1/2023).
Pada 5 Oktober 2023 dikabarkan layanan pay later atau buy now pay later (BNPL) dari Akulaku Finance Indonesia, grup Akulaku, dicabut usai keputusan Dewan Komisioner regulator industri keuangan tersebut tertanggal 5 Oktober 2023.
Agusman menambahkan OJK masih memberi waktu perbaikan kepada perusahaan penyelenggara bisnis paylater yang didukung oleh Ant Grup—bagian dari Alibaba asal China— sampai dengan akhir paruh pertama tahun 2024.
Waktu tambahan, lanjut Agusman, “untuk menyelesaikan beberapa poin yang sedang on progress untuk diselesaikan.”
Sebelumnya Agusman menegaskan OJK meminta Akulaku Finance memenuhi seluruh rekomendasi pemeriksaan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Keputusan OJK melarang penyedia pinjaman online Akulaku Finance Indonesia melanjutkan layanan paylater, mencerminkan masih kuatnya sinyal ketegangan antara animo masyarakat yang makin tinggi pada pinjol berhadapan dengan pengaturan industri pinjol oleh otoritas yang menyisakan banyak celah.
Dalam lima tahun terakhir, nilai pinjaman online yang tersalur sudah naik lebih dari 300%. Sampai Agustus lalu, nilai outstanding pinjaman online, termasuk yang disalurkan lewat fasilitas paylater, mencapai Rp53,11 triliun.
Artinya terjadi kenaikan 354% dalam lima tahun yaitu dibanding Agustus 2018 yang sebesar Rp11,68 triliun. Dari angka puluhan triliun rupiah itu, Rp5,57 triliun. berstatus kredit macet.
Dari nilai pinjaman bermasalah sekitar Rp5 triliun, sekitar 88,5% disumpang oleh peminjam (borrower) perseorangan dengan total mencapai Rp4,93 triliun. Tumpukan pinjol bermasalah itu tak ayal memicu bermunculan kasus penagihan pinjaman nir-etika yang bahkan mengorbankan nyawa.
OJK mencatat, selama semester 1-2023, aduan masyarakat terkait layanan fintech mencapai 2.913 aduan, ditambah aduan terkait pinjol ilegal yang mencapai lebih dari 3.000 aduan.
(mfd/wep)