Apabila level support itu jebol, rupiah bisa semakin terperosok ke Rp15.615/US$-Rp15.635/US$. Adapun, bila rupiah berhasil menahan tekanan dan bisa menguat hari ini, level resistance menarik dicermati pada level MA-100 di Rp15.530/US$ dan Rp15.495/US$. Dalam jangka menengah, rupiah masih ada berpotensi mencetak penguatan optimis ke level Rp15.440/US$.
Data inflasi itu memang mengecewakan pasar karena inflasi AS yang masih tinggi berarti The Fed mungkin masih akan terus mempertahankan kebijakan restriktifnya.
Namun, reaksi lebih optimistis ditunjukkan oleh pasar pendapatan tetap yang selama ini jauh lebih sensitif terhadap pergerakan bunga. Indeks harga obligasi negara maju naik 0,18%, diikuti juga oleh penguatan indeks harga obligasi negara berkembang yang menguat 0,57%.
Tingkat imbal hasil surat utang AS, Treasury, bahkan mencetak reli dengan tenor 2 tahun terkikis 10 basis poin ke 4,25%. Sedang tenor acuan 10 tahun juga tergerus 6,8 basis poin, kembali ke 3,93% setelah sebelumnya menyentuh 4% lagi.
Para pelaku pasar swap bahkan menaikkan taruhan penurunan bunga The Fed dengan probabilitas pemangkasan Fed fund rate sebesar 25 basis poin pada Maret nanti naik jadi 73,2%, dari tadinya di angka 60%.
Kenaikan probabilitas itu bahkan terjadi ketika Presiden Federal Reserve of Cleveland Loretta Mester menyatakan akan terlalu dini bagi The Fed untuk menimbang penurunan bunga acuan pada Maret nanti. "Menurut saya terlalu awal bila penurunan dilakukan pada Maret karena kami masih harus melihat beberapa bukti lebih lanjut," kata Mester yang memiliki hak suara dalam rapat komite terbuka tahun ini.
Namun, rekannya Presiden Federal Reserve Chicago Austan Goolsbee memberi sinyal sebaliknya. Goolsbee menyatakan, tahun 2023 adalah tahun keberhasilan penurunan inflasi sehingga membuka pintu bagi The Fed untuk menimbang pemangkasan bunga.
(rui)