Logo Bloomberg Technoz

Bocoran Kemenkeu soal Kelanjutan Automatic Adjustment

Krizia Putri Kinanti
07 March 2023 21:44

Gedung Kementerian Keuangan. (Dok kemenkeu.go.id)
Gedung Kementerian Keuangan. (Dok kemenkeu.go.id)

Bloomberg Technoz, Jakarta -  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memutuskan apakah automatic adjustment akan dilanjutkan pada tahun depan. Diketahui automatic adjustment merupakan kebijakan yang diambil Kemenkeu terkait pencadangan belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Hal ini dilakukan dengan memblokir pagu belanja K/L tahun anggaran 2023 sebesar 5% untuk menghadapi kondisi ketidakpastian ekonomi global.

"Automatic adjustment akan diperpanjang atau tidak, karena masih berjalan 2 tahun jadi belum bisa menjawab," kata Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kemenkeu Didik Kusnaini saat acara diskusi soal PP Nomor 6 Tahun 2023 Dorong Penganggaran Optimal Untuk Pembangunan Nasional, Kamis (7/3/2023).

Dia mengatakan bahwa automatic adjustment adalah cara merespons potensi ketidakpastian pada saat pandemi.

"Pencadangan automatic adjustment yang dilakukan untuk merespons potensi-potensi yang akan terjadi ke depannya pada saat pandemi. Itu juga yang kemudian di 2022 masih ada banyak kepastian global yang tentu kalau dibiarkan punya potensi besar ke APBN. Nah 2023 masih ada risiko-risiko apakah situasi membaik atau masih ada resiko dan lainnya," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan belanja K/L hingga akhir tahun anggaran rata-rata sebesar 94 hingga 95% sehingga tidak menyentuh angka 100%. Sehingga, pencadangan 5% tersebut dianggap tidak memengaruhi kinerja dan tetap bisa mencapai target pembangunan dari masing-masing K/L.

“Biasanya belanjanya juga enggak sampai 100%. Yang paling hebat itu biasanya bisa 98%. Rata-rata mereka di 94% hingga 95%. So actually, saya itu sebetulnya mengatakan 5% yang sering enggak kepakai itu saya bintangin ya bu, pak. You can do semua programnya,” katanya.

Menkeu menjelaskan pencadangan ini penting dilakukan untuk menghadapi berbagai gejolak dan ketidakpastian yang masih akan muncul. Misalnya, saat pandemi, APBN menyangga dan menyerap berbagai guncangan yang muncul.

“APBN meredam shock. Karena kalau kita enggak punya APBN yang kuat, shock yang tadi jatuh penerimaan dan kita ikut jatuh dari sisi belanja, ekonominya bakalan nyungsepnya dalam banget. Jadi kita meng-absorb shock yang luar biasa besar ini,” ujarnya.