“Karena harus dilihat kalau di kajian akademik tidak hanya dilihat dari sisi penerapan pajaknya, tapi dampaknya terhadap masyarakat itu bagaimana, dampak sosialnya, dampak penerapan daya kerjanya, nilai tambah untuk industri itu untuk negara gimana,” paparnya.
Sebelumnya, Asosiasi Spa & Wellness Indonesia atau Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta telah mengajukan permohonan judicial review UU HKPD ke MK pada 3 Januari 2023.
Asosiasi tersebut memiliki pokok permohonanan yang meminta MK melakukan pengujian UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD khususnya aturan tentang PBJT yang memasukan Spa kedalam objek pajak 40%.
“Hal yang akan diajukan oleh GIPI semua sektor itu, tidak hanya Spa. Jadi seluruh sektor akan kita cover, karena kami induk dari seluruh asosiasi pariwisata,” pungkas Haryadi.
Sebagai informasi, dalam Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) mengatur tentang tarif PBJT atas jasa hiburan.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa, Tarif PBJT atas jasa hiburan diskotik, karaoke, klub malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
“Tarif PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Perda,” tulis Pasal 58 ayat 4 UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022.
(azr/lav)