“WP UMKM dikenakan tarif PPh final 0,5% atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (11/1/2024).
Aturan baru ini lebih mempertegas keharusan wajib pajak dengan omzet tertentu, yakni sampai Rp4,8 miliar per tahun untuk melakukan pelunasan PPh Final terutang sebesar 0,5% dari omzet usaha untuk setiap masa pajak.
Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh WP atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. WP harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final 0,5%.
Surat keterangan yang telah diterbitkan sebelum PMK ini diundangkan tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang tercantum dalam surat keterangan. Khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun, maka harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak.
Jika WP memilih tarif umum, maka terlebih dahulu harus menyampaikan pemberitahuan kepada Ditjen Pajak paling lambat akhir tahun pajak, dan baru dikenai PPh pada tahun pajak berikutnya.
Bagi WP baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif pajak sejak tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) pada saat mendaftarkan diri.
“Kami mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak UMKM, termasuk UMKM yang omset kurang dari Rp500 juta," kata Dwi.
Selain itu, penerbitan PMK Nomor 164 Tahun 2023 juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar. Relaksasi diberikan terkait batas waktu untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
“Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya. Dengan aturan ini, kami berikan relaksasi menjadi paling lambat akhir tahun buku yang bersangkutan.” tambah Dwi.
(lav)