Noboa, yang mulai menjabat enam minggu lalu, telah mengumumkan keadaan darurat selama 60 hari ke depan dan menyerukan kepada tentara untuk mencoba mengendalikan kartel. Para gembong narkoba menanggapinya dengan mengorganisir kerusuhan di penjara, menyerbu sebuah stasiun TV, membakar mobil dan menyandera polisi.
Narapidana masih menyandera 125 penjaga dan 14 pegawai penjara lainnya di lima penjara di wilayah Andean dan Amazon di negara tersebut, menurut layanan penjara.
Jalan-jalan di Ekuador lebih sepi dari biasanya pada Rabu setelah pemerintah memerintahkan sekolah-sekolah ditutup dan kantor-kantor publik dialihkan ke sistem kerja jarak jauh. Banyak kantor sektor swasta yang mengikuti langkah ini.
Noboa mengatakan ketegangan dengan geng-geng tersebut meningkat ketika pemerintahnya mulai menerapkan langkah-langkah untuk mengendalikan jalur perdagangan manusia di sepanjang jalan dan pelabuhan.
“Kami berada dalam keadaan perang dan kami tidak bisa menyerah pada teroris ini,” katanya.
Pembunuhan meningkat seiring dengan penyitaan pengiriman kokain dalam lima tahun terakhir, menjadikan Ekuador salah satu negara paling berbahaya di dunia.
Kedutaan Besar AS di Quito tidak segera membalas permintaan komentar.
AS “sangat prihatin” dengan kekerasan tersebut dan siap memberikan bantuan kepada pemerintah Ekuador, kata Asisten Menteri Luar Negeri AS Brian Nichols dalam sebuah postingan pada X Selasa.
(bbn)