Pada saat yang sama, alokasi pendapatan masyarakat untuk konsumsi semakin berkurang karena semakin banyak porsi pendapatan orang Indonesia yang digunakan untuk membayar cicilan pinjaman. Keyakinan konsumen pada Desember memang sedikit meningkat akan tetapi sebagian besar kelompok pengeluaran menilai kondisi keuangan mereka saat ini lebih buruk, tecermin dari Indeks Penghasilan Saat Ini pada Desember yang turun lagi 0,4 poin ke 115,2, menjadi penurunan dalam empat bulan berturut-turut.
Hasil survei penjualan eceran yang dilansir hari ini juga memperlihatkan tren kelesuan penjualan ritel sudah berlangsung sejak November. BI mencatat, penjualan ritel riil November melambat dengan pertumbuhan hanya 2,1% year-on-year, lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,4%. Secara bulanan, kinerja penjualan ritel pada November 2023 juga hanya tumbuh 0,2%, anjlok dari sebesar 3,2% month-to-month di Oktober.
Yang perlu digarisbawahi, perlambatan pertumbuhan penjualan ritel justru terjadi di sektor makanan dan minuman juga tembakau yang pada November lalu hanya naik 0,3% menjadi 2,6% secara tahunan. Sementara secara bulanan, sektor ini bahkan mencatat penurunan penjualan 3,6% dengan terkontraksi -0,01%. Hanya tiga sektor yang masih mencatat pertumbuhan positif pada November yaitu sektor sandang, barang lainnya dan BBM. Permintaan domestik yang menurun menjadi penyebabnya, menurut catatan Bank Indonesia.
Perlambatan penjualan ritel diprediksi masih akan berlanjut pada Desember. Menurut hasil survei bank sentral, penjualan ritel pada Desember diperkirakan hanya tumbuh 0,1% year-on-year, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya 2,1%.
Ini terutama karena kelesuan penjualan sektor pakaian dan suku cadang aksesori, bahkan kelompok peralatan informasi dan komunikasi turun sangat dalam hingga -31,5%.
Sementara itu, sektor bahan bakar kendaraan bermotor menjadi penopang penjualan ritel Desember dengan prediksi pertumbuhan 15,4%, sedang sektor makanan dan minuman diprediksi tumbuh positif 2,7% year-on-year. setelah terkontraksi di bulan sebelumnya.
Sedang secara bulanan, pertumbuhan penjualan ritel di bulan terakhir 2023 diperkirakan mencapai 4,8%, melonjak dari sebelumnya 0,2% seiring kedatangan musim liburan terutama disokong oleh kelompok peralatan informasi dan komunikasi, sandang dan makanan serta minuman.
"Ini sejalan dengan perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan Tahun baru yang meningkatkan permintaan dalam negeri serta strategi potongan harga dari retailer," jelas Bank Indonesia.
Secara umum, kinerja penjualan eceran riil pada kuartal terakhir 2023 diperkirakan hanya naik di kisaran terbatas di angka 1,5%, sedikit beringsut dari kuartal sebelumnya 1,4% year-on-year, terutama di dukung oleh kelompok bahan bakar kendaraan, perlengkapan rumah tangga dan suku cadang serta aksesori.
Dampak Aksi Boikot Israel?
Selain memang adanya tekanan daya beli masyarakat, perlambatan pertumbuhan penjualan eceran kemungkinan juga terdampak aksi boikot buntut dari konflik di Gaza, Palestina.
Sejak konflik di Gaza, Palestina, pecah pada awal Oktober, seruan boikot produk yang diduga terafiliasi mendukung aksi genosida Israel pada penduduk Palestina, semakin marak.
Aksi boikot yang marak dikampanyekan di media sosial telah menyeret beberapa nama produk, terutama di kelompok fast moving consumer goods (FMCG), memicu kekhawatiran dapat semakin menyeret kinerja penjualan ritel yang telah menghadapi kelesuan saat ini.
Kinerja penjualan ritel di Tanah Air pada kuartal III-2023 lalu sudah menderita perlambatan dengan pertumbuhan hanya 1,4% year-on-year, terutama di kelompok makanan, minuman dan tembakau juga pakaian.
Aksi boikot produk yang disebut-sebut pro Israel sejauh ini, juga telah menyeret kinerja penjualan ritel dengan kemerosotan sedikitnya 3%-4%, menurut perkiraan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk kelompok belanja secara harian.
(rui/aji)