Logo Bloomberg Technoz

Mengutip Bloomberg News, kontrak option untuk tenor Mei dan Juni sudah mulai diperdagangkan sebanyak 30 juta barel. Dari kontrak itu, investor bisa mendapat untung jika harga Brent melampaui US$ 110/barel. 

Artinya, bukan tidak mungkin harga akan menyentuh level tersebut dalam beberapa bulan ke depan. Akan ada lonjakan 42,86% dari harga saat ini.

Defisit APBN Membengkak

Dalam dokumen Nota Keuangan APBN 2024, disebutkan bahwa setiap harga ICP ternyata US$ 1 di atas asumsi, maka ada potensi tambahan penerimaan negara sebesar Rp 3,6 triliun. Penerimaan perpajakan akan bertambah Rp 1,8 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga naik Rp 1,8 triliun.

Namun pada saat yang sama, belanja negara akan naik Rp 10,1 triliun. Belanja pemerintah pusat, termasuk kompensasi energi, akan naik Rp 9,8 triliun dan Transfer ke Daerah bertambah Rp 0,3 triliun.

Dengan demikian, ada risiko pembengkakan defisit APBN sebanyak Rp 6,5 triliun. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa perhitungan ini bersifat ceteris paribus, asumsi lain diperkirakan tidak berubah.

Sumber: Kemenkeu

Ramalan Harga Minyak

Bagaimana proyeksi harga minyak ke depan? Apakah ada risiko melampaui asumsi APBN 2024?

Secara teknikal dengan perspektif bulanan (monthly time frame), minyak sebenarnya masih akan menghuni area bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 46,38. RSI di bawah 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bearish.

Sementara indikator Stochastic RSI ada di 23,62. Hanya tipis di atas level jenuh jual (oversold) yaitu 20.

Ke depan, sepertinya harga minyak akan naik dari level yang sekarang. Target resisten terdekat ada di US$ 81,54/barel yang jika tertembus maka bisa naik lagi menuju US$ 83,21/barel.

Target paling optimistis atau resisten terjauh ada di US$ 86.95/barel.

Sedangkan target support terdekat adalah US$ 73,89/barel. Jika tertembus, maka harga bisa turun menuju US$ 66,15/barel.

(aji)

No more pages