Selain itu dia menekankan bahwa yang juga penting adalah bahwa alutsista kapal selam tersebut harus memiliki kualitas yang bagus. Ikrar mengingatkan soal tragedi tenggelamnya kapal selam TNI AL Nanggala 402 di perairan Bali, hingga sebanyak 53 krunya meninggal dunia.
"Apakah kerjasama pembuatan kapal selam itu telah memenuhi syarat? Layak (tidak) kapal selam itu dipakai TNI AL? Dan bukan hanya bisa ngambang tapi juga bisa nyelem," kata dia.
"Kenapa demikian? karena kita masih trauma dengan tenggelamnya kapal selam kita yang waktu itu usianya sudah cukup tua, yang waktu itu tenggelam di Laut Bali," sambungnya.
Ikrar mengatakan, pembelian dari Korea Selatan juga patut dipertanyakan lantaran ada negara-negara lain yang terkenal memiliki teknologi kapal selam yang lebih canggih.
"Mengkanya timbul pertanyaan, kenapa kita enggak beli langsung dari Jerman aja? Yang memang memiliki teknologi kapal selam yang sampai detik ini masih memproduksi kapal-kapal selam yang lebih canggih, dan tidak diragukan lagi untuk digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang," ujarnya.
Dia menilai Prabowo membeli alutsista dengan cara membabi buta tanpa pertimbangan yang bagus.
"Kelihatannya pak Prabowo ini ingin memenuhi apa yang disebut dengan Minimum Essential Force (MEF) itu dengan membeli (alutsista) secara membabi buta. Kenapa? Yang penting ada nih pesawat tempurnya yang katanya bisa digunakan secara cepat. Padahal kita juga tahu pengiriman pesawat dari Qatar itu sendiri butuh waktu juga," kata mantan Profesor Riset dari LIPI-sekarang BRIN itu.
(ezr)