Terlebih, lahan yang ditempati oleh warga di sekitar depo tersebut adalah lahan milik PT Pertamina (Persero), yang sejatinya ditujukan untuk zona penyangga atau buffer zone sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010—2030.
Sekadar catatan, mengutip informasi dari laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), zona penyangga diperlukan untuk keamanan lingkungan di setiap depo BBM.
Zona tersebut merupakan bagian dari aspek Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) di sekitar wilayah tangki timbun yang rentan dengan risiko kebakaran.
"Melihat sejarahnya, depo Pertamina Plumpang dibangun di lahan kosong pada 1970-an. Tidak ada yang bermukim di sana. Seiring dengan berjalannya waktu, lahan kosong di sekitar depo ditempati oleh warga. Hingga akhirnya pada 1990-an Walikota Jakarta Utara mengambil langkah tegas untuk tidak mengeluarkan KTP [kartu tanda penduduk] bag warga di sana," tuturnya.
Sayangnya, lanjut Daymas, ketegasan itu tidak berlanjut. Pascareformasi 1998, pemerintah seolah membiarkan pemanfaatan lahan di sekitar Depo Pertamina Plumpang.
Bahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta seolah memfasilitasi warga untuk tinggal di lahan yang tidak aman itu. Warga yang tinggal di lahan tersebut saat ini sudah mendapatkan KTP dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sementara.
"Mereka mungkin tahu risikonya, seperti warga yang tinggal di bantaran sungai. Namun, seharusnya pemerintah melihat bagaimana penggunaan lahan itu di RTRW. Jangan sampai ada pelanggaran," ujarnya.
Selain itu, kata Daymas, hal yang perlu menjadi sorotan adalah bagaimana nasib dari objek vital lainnya yang juga berdekatan dengan bangunan tempat masyarakat beraktivitas. “Apakah akan dibiarkan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atau ikut direlokasi?”
"Implikasinya ke objek vital lain yang juga terlalu dekat dengan warga masyarakat. Apakah perlu ada relokasi juga karena makin banyak warga yang bermukim atau beraktivitas di sekitarnya," tuturnya.
Pada Senin (6/3/2023) petang, Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan pemerintah akan merelokasi depo Pertamina Plumpang ke areal milik Pelindo. Pemindahan tersebut akan dimulai pada tahun depan.
“Kami sudah merapatkan bahwa kilang akan kami pindah ke tanah Pelindo. Kami sudah koordinasikan dengan Pelindo, dan itu lahannya akan siap dibangun akhir 2024. Pembangunan memerlukan waktu 2—2,5 tahun, artinya mmasih ada waktu kurang lebih 3,5 tahun,” tegas Erick.
Dia pun meminta dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, lantaran keputusan relokasi tersebut berkaitan langsung dengan aspek perlindungan dan keamanan masyaarakat.
“Kami meyakini ini hal yang penting. Maka, kami akan membuat buffer zone atau wilayah aman di sekitar kilang-kilang Perttamina. Tidak hanya di Plumpang, tetapi juga di Balongan dan Semarang. Namun, khususnya yang di Plumpang. Kurang lebih jaraknyaa 50 meter,” tuturnya.
Masalah Laten
Akhir pekan lalu, Erick juga menggarisbawahi perihal masalah laten zona penyangga di objek-objek vital nasional yang masih sangat tipis.
Dia tidak menampik, untuk di lingkungan kerja Pertamina, terjadi penurunan signifikan terhadap zona penyangga setelah 1998.
“Bapak Presiden sudah menginstruksikan untuk pemerintah daerah, khususnya Pak Heru [Budi Hartono] sebagai PLT Gubernur dan kami dari pemerintah pusat, baik Kementerian BUMN maupun Kapolri untuk menyinkronisasikan tata kelola bersama karena kondisi objek vital nasional ini rata-rata buffer zone-nya atau jaraknya itu sangat tipis,” kata Erick dalam keterangan pers di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP), Sabtu (4/3/2023).
Erick menjelaskan bahwa, pada periode 1971 hinga 1987, buffer zone Pertamina masih tergolong aman. Namun, penurunan lahan buffer zone terjadi pascareformasi.
“Ini konteksnya tidak hanya di Plumpang, tetapi juga di objek vital nasional,” kata Erick.
Erick mengatakan, sejak dua tahun lalu, dia telah meminta BUMN yang termasuk kawasan objek vital nasional seperti Pertamina, Mind ID, PLN untuk mengembalikan buffer zone seperti dahulu.
Jika pengembalian buffer zone tidak memungkinkan, lanjutnya, maka perlu dilakukan relokasi. Terkait dengan depo Pertamina Plumpang, Erick mengungkapkan Kementerian BUMN juga telah mendorong relokasi sejak dua tahun lalu.
"Namun, tidak mungkin relokasi ini kami kerjakan sendiri. Perlu dukungan pemerintah daerah. Ini saya rasa Pak Presiden ingin memastikan dalam beberapa hari ke depan terjadi kesepakatan jangka menengah atau panjang," ungkapnya.
Selain itu, Erick telah meminta Pertamina dan Mind ID untuk membuat tim risiko bisnis dari sisi operasional, selain dari sisi keuangan.
Saat ditanya terkait dengan ada tidaknya rencana pencopotan direksi Pertamina akibat kebakaran depo Pertamina Plumpang, Erick mengungkapkan pencopotan akan dilakukan jika diperlukan.
Namun, menurutnya, perubahan posisi direksi tidak akan memberikan manfaat jika tidak ada solusi menyeluruh.
"Saya katakan, saya sudah pernah copot direksi [Pertamina]. Kalau saya perlu copot, ya saya copot lagi, tetapi penyelesaiannya itu tidak hanya saling menyalahkan. Percuma kita copot-copot orang tetapi tidak memberikan solusi secara menyeluruh," tegasnya.
(wdh)