"Negara ini seperti kalah sama preman. Mereka yang menyerobot lahan Pertamina itu apa bukan preman? Mereka salah tetapi dibenarkan," ujarnya.
Di sisi lain, keputusan relokasi Depo Pertamina Plumpang juga dituding sarat akan unsur politis. Terlebih, saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) memberikan kartu tanda penduduk (KTP) kepada warga yang menempati lahan milik Pertamina.
Setelah itu, Anies Baswedan saat menjabat sebagai orang nomor satu di Ibu Kota juga menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) sementara di lahan tersebut. Penerbitan izin ini dimaksudkan agar warga bisa mengakses fasilitas pemerintah, meski huniannya berdiri di lahan ilegal.
"Sarat akan unsur politis, apalagi jelang pemilu [pemilihan umum]. Biaya memindahkan depo BBM jelas lebih mahal dibandingkan dengan memindahkan warga ke rumah susun atau hunian bentuk lainnya," ujarnya.
Pada Senin (6/3/2023) petang, Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan pemerintah akan merelokasi depo Pertamina Plumpang ke areal milik Pelindo. Pemindahan tersebut akan dimulai pada tahun depan.
“Kami sudah merapatkan bahwa kilang akan kami pindah ke tanah Pelindo. Kami sudah koordinasikan dengan Pelindo, dan itu lahannya akan siap dibangun akhir 2024. Pembangunan memerlukan waktu 2—2,5 tahun, artinya mmasih ada waktu kurang lebih 3,5 tahun,” tegas Erick.
Dia pun meminta dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, lantaran keputusan relokasi tersebut berkaitan langsung dengan aspek perlindungan dan keamanan masyaarakat.
“Kami meyakini ini hal yang penting. Maka, kami akan membuat buffer zone atau wilayah aman di sekitar kilang-kilang Perttamina. Tidak hanya di Plumpang, tetapi juga di Balongan dan Semarang. Namun, khususnya yang di Plumpang. Kurang lebih jaraknyaa 50 meter,” tuturnya.
Bagaimanapun, tidak semua kalangan merespons negatif rencana relokasi depo Pertamina Plumpang. Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, dalam proses pengambilan keputusan, terkesan pemerintah berpendapat bahwa jatuhnya korban jiwa adalah kesalahan penduduk yang tinggal di daerah buffer zone yang diklaim milik Pertamina.
Hampir tidak ada yang mengemukakan pendapat yang mempertanyakan mengapa kebakaran dahsyat bisa terjadi.
“Tentunya kalau kebakaran itu tidak terjadi, tidak ada korban berjatuhan. Faktanya, kebakaran itu berawal dari depo Pertamina Plumpang yang menyambar sejumlah rumah penduduk”, katanya melalui keterangan resmi yang diterima Bloomberg Technoz pada Senin (6/3/2023).
Fahmy berpendapat kebakaran yang ketiga kali terjadi di depo Pertamina Plumpang dan kilang minyak milik Pertamina mengindikasikan bahwa penerapan sistem keamanan di bawah standar internasional nol insiden bagi aset strategis dan berisiko tinggi sangatlah buruk.
Dia menilai Pertamina tidak tampak melakukan upaya serius untuk memperbaiki sistem tersebut. Walhasil, kebakaran beruntun kilang kinyak dan depo bahan bakar minyak (BBM) milik Pertamina terjadi berulang, yang kali ini merenggut 19 nyawa penduduk.
Dalam kondisi saat ini, dia berpendapat, relokasi pemindahan depo Pertamina Plumpang disebutnya sebagai opsi yang tepat dengan mempertimbangkan beberapa alasan.
Pertama, penyulut kebakaran berawal dari depo Pertamina Plumpang, bukan rumah Penduduk.
Kedua, opsi pemindahan depo Pertamina dapat diputuskan secara cepat oleh direksi Pertamina, sedangkan keputusan relokasi kawasan penduduk lebih lama karena melibatkan beberapa pihak, antara lain Pertamina, Pemprov DKI, dan Warga.
Ketiga, saat ini lokasi depo Pertamina Plumpang sudah sangat tidak layak, lantaran berada di tengah kawasan permukiman padat.
“Tidak tersedia buffer water cukup yang dibutuhkan untuk proses pendinginan pipa. Pendistribusian BBM dari kilang ke depo menggunakan pipa yang sebagian melewati kawasan penduduk, sehingga saat pipa terbakar pasti akan menyebabkan kebakaran rumah penduduk di sekitarnya. Dengan alasan tersebut, maka hanya satu kalimat ‘pindahkan depo Pertamina Plumpang dengan segera’,” tegasnya.
(wdh)