Bank Indonesia menyebut, posisi cadangan pada Desember itu setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Capaian itu menjadi bekal berharga memasuki 2024 ketika Indonesia harus menghadapi risiko terus berlanjutnya penurunan kinerja ekspor seiring booming harga komoditas yang berakhir dan pemulihan ekonomi China yang masih tertahan. Dalam lanskap itu, aliran masuk modal asing di pasar keuangan menjadi sokongan yang sangat dibutuhkan sehingga suplai valas di dalam negeri masih memadai dan tidak menyeret rupiah.
"Peningkatan ini merupakan perkembangan yang baik karena meningkatkan kemampuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah dalam kisaran Rp15.400-15.600/US$ terutama dalam menghadapi pelebaran defisit transaksi berjalan yang diproyeksikan sebesar -0,9% terhadap PDB," kata Lionel Prayadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas, dalam catatannya, Senin (8/1/2024).
Rupiah mengawali tahun ini dengan pelemahan akibat tekanan dolar AS yang menguat melampaui 1% pekan lalu. Mata uang Indonesia kehilangan nilai sekitar 0,76% pekan lalu akibat sentimen bearish yang melanda pasar keuangan global yang meragu penurunan bunga Federal Reserve (The Fed) bisa terjadi secepatnya pada Maret nanti.
The Fed memberi sinyal yang tecermin dari dot plot terbaru, serial pengguntingan bunga pada 2024 akan di kisaran 75 basis poin. Namun, pasar berekspektasi lebih besar hingga 150 basis poin, meski kini susut jadi tinggal 130-an basis poin pasca data-data ketenagakerjaan terbaru dilansir pekan lalu. Jarak antara ekspektasi dengan sinyal yang dilansir itu akan menjadi sentimen yang mempengaruhi pergerakan pasar termasuk rupiah.
Penarikan Global Bond
Posisi nilai cadangan devisa RI pada akhir Januari nanti kemungkinan masih akan melanjutkan kenaikan bahkan berpotensi memecahkan rekor baru. Arus modal asing ke pasar domestik pada awal tahun terlihat membanjir di mana menurut catatan Bank Indonesia berdasarkan data setelmen 2-4 Januari lalu, pemodal nonresiden mencatat posisi beli bersih sebesar Rp8,61 triliun.
Total nilai itu terdiri atas beli bersih Rp5,07 triliun di pasar SBN, lalu Rp1,47 triliun di pasar saham dan sebesar Rp2,08 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sementara bila menghitung posisi year-to-date hingga 4 Januari, SRBI menjadi instrumen favorit investor asing di awal tahun dengan nilai pembelian bersih sebesar Rp2,73 triliun, disusul oleh saham sebesar Rp2,4 triliun dan SBN Rp1,79 triliun.
Pemerintah juga baru saja melepas SBN berdenominasi dolar AS, global bond RI (INDON) sekitar US$ 2,05 miliar pekan lalu atau sekitar Rp32 triliun, yang akan mempengaruhi posisi cadev Januari nanti. Pada November lalu, cadev RI juga melompat signifikan US$ 5 miliar karena ada penarikan utang luar negeri pemerintah melalui global bond sebesar US$ 2 miliar ketika itu. "Januari ini, cadangan devisa bisa naik lagi di atas US$150 miliar," prediksi Lionel.
Cadangan devisa juga diprediksi masih akan melanjutkan tren kenaikan disokong oleh normalisasi kunjungan wisatawan asing. Badan Pusat Statistik pekan lalu melaporkan, total kunjungan turis asing ke Indonesia pada Desember naik 30,17% mencapai 10,4 juta wisatawan. Belum kembali ke masa sebelum pandemi, akan tetapi mulai stabil naik dan diharapkan bisa menjadi sumber devisa yang mendukung ketahanan eksternal Indonesia.
Di sisi lain, rupiah juga bisa mengharapkan sokongan 'bekal' lebih banyak dibanding awal-awal tahun lalu. Kebijakan mandatori penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dilakukan sejak Agustus lalu, ditambah rilis berbagai instrumen baru seperti SRBI, SVBI dan SUVBI, bisa memberikan dukungan bagi rupiah.
(rui/aji)