Logo Bloomberg Technoz

Cek Fakta

Mengutip data Bank Indonesia (BI), Utang ULN) Indonesia pada Oktober 2023 tercatat US$ 392,2 miliar atau sekira Rp 6.076,35 triliun. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 394,4 miliar. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), ULN naik 0,6%.

Rasio ULN terhadap PDB pada Oktober berada di 28,7%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang 28,9%.

Untuk utang pemerintah, per akhir Oktober adalah Rp 7.950,52 triliun atau 37,68% dari PDB. Utang belakangan ini memiliki komplikasi yang tidak enteng. Tren suku bunga tinggi masih berlangsung, di mana idiom higher for longer menjadi kenormalan baru di pasar keuangan global.

Di Amerika Serikat (AS), imbal hasil atau yield surat utang tenor 10 tahun belum lama ini sempat menyentuh 5%. Ini belum pernah terjadi sejak 2007.

Ini kemudian berdampak ke Indonesia. Yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun pernah hampir mencapai 7,3%, tertinggi sejak Oktober tahun lalu.

Saat suku bunga global bertahan di level tinggi (ingat, higher for longer), maka biaya utang juga akan tetap mahal. Padahal saat ini saja anggaran untuk membayar bunga utang terus meningkat.

Dalam APBN 2024, anggaran untuk membayar bunga utang sudah hampir mencapai Rp 500 triliun.

Periode

Pembayaran Bunga Utang (Rp Triliun)

2004

62,48

2005

65,19

2006

79,08

2007

79,81

2008

89,43

2009

93,78

2010

88,38

2011

93,26

2012

100,51

2013

113,03

2014

133,44

2015

156,01

2016

182,76

2017

216,57

2018

257,95

2019

275,52

2020

314,09

2021

343,49

2022

386,34

2023

441,4

2024

497,3

Sumber: Kemenkeu

Mengutip riset Dana Moneter Internasional (IMF) yang berjudul Economic Growth After Debt Surges, hubungan peningkatan utang dan pertumbuhan ekonomi sebagian besar memang negatif. Biasanya, peningkatan utang baik oleh pemerintah maupun swasta akan diikuti oleh penurunan belanja negara dan investasi swasta.

"Perusahaan dan pemerintah mengurangi investasi akibat kondisi yang ketat. Lonjakan utang pemerintah juga berdampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga, karena kemungkinan besar akan ada kenaikan tarif pajak. Rumah tangga akan mengerem konsumsi karena khawatir dengan kenaikan tarif pajak ini," ungkap riset tersebut.

(aji)

No more pages