Tim BNPB, BMKG, BRIN, Kemenhub dan TNI AU kemudian membentuk posko utama di Base Ops Pangkalan Udara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten. Bandara seluas 170 hektar itu dipilih mengingat lokasinya sangat strategis untuk mencakup wilayah Banten, DKI Jakarta hingga Jawa Barat. Selain itu, frekuensi penerbangan di bandara Pondok Cabe juga tidak terlalu padat sehingga dipastikan tidak mengganggu lalu lintas udara.
Kronologi Pelaksanaan Modifikasi Cuaca
- Pada Rabu (3/1), operasi teknologi modifikasi cuaca yang pertama dilakukan dengan dukungan pesawat Cessna 208 Caravan BNPB yang dioperasikan PT. Smart Cakrawala Aviation. Pada hari pertama, dilakukan sebanyak satu kali sortie selama 2 jam 18 menit dengan menaburkan Natrium Clorida (NaCl) atau garam dapur di atas langit wilayah Kabupaten Bandung bagian barat dan Kabupaten Sukabumi bagian utara. Penyemaian ini dilakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menghabiskan bahan semai NaCl sebanyak 1 ton.
- Pada Kamis (4/1), operasi modifikasi cuaca dilakukan sebanyak dua kali sortie. Sortie pertama menyisir wilayah Selat Sunda, Laut Jawa hingga di atas langit Kepulauan Seribu. Selanjutnya sortie yang kedua menyasar wilayah Selat Sunda, Banten bagian barat daya hingga utara dan wilayah selatan Kabupaten Pandeglang. Kedua sortie dalam operasi modifikasi hari kedua ini sama-sama dilakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menaburkan bahan semai NaCl masing-masing sebanyak 1 ton. Pantauan satelit GSMaP pada 4 Januari 2024 menunjukkan terjadi hujan hujan ringan hingga sangat lebat di wilayah Jawa bagian barat, dengan curah hujan tertinggi mencapai 150 milimeter sebelum masuk Kabupaten Serang bagian utara.
- Pada Jumat (5/1), operasi modifikasi cuaca kembali dilakukan sebanyak dua kali sortie dan seluruhnya menyasar ke wilayah Laut Jawa dengan total bahan semai NaCl masing-masing 1 ton setiap sortie dan dijatuhkan dari ketinggian antara 10.000-11.000 kaki.
- Pada Sabtu (6/1) operasi TMC dilakukan sebanyak tiga kali sorti dengan menyemaikan NaCl masing-masing 1 ton. Pada sortie pertama dilakukan di wilayah Selat Sunda pada ketinggian antara 9.000 hingga 11.000 kaki. Sortie yang kedua dilakukan di wilayah timur Teluk Jakarta dan Laut Jawa di bagian timur laut di atas ketinggian 11.000 kaki. Sortie ketiga dilakukan di wilayah perairan selatan Pulau Jawa bagian barat dengan ketinggian 10.000 sampai 11.000 kaki.
Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat (DSDD), Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB, Agus Riyanto mengatakan upaya modifikasi ini dapat dimaknai sebagai bentuk ikhtiar meminimalisir dampak risiko bencana hidrometeorologi.
“Operasi TMC ini merupakan bentuk ikhtiar bersama demi meminimalisir dampak risiko bencana yang dapat dipicu oleh cuaca. Bukan berarti kami yang menurunkan hujan, tapi ini adalah upaya untuk mengurangi intensitas hujan yang diprediksi akan turun di satu tempat dengan menurunkannya di tempat lain,” jelas Agus.
Menurut Agus, operasi ini merupakan salah satu alternatif yang sudah beberapa kali dilakukan BNPB, BMKG, BRIN, TNI AU dan lintas pemangku kepentingan lain untuk mitigasi bencana hidrometeorologi kering maupun basah.
Pada kasus kekeringan, TMC dilakukan untuk menurunkan hujan ke wilayah terdampak maupun titik-titik kebakaran hutan dan lahan. Sedangkan untuk kondisi seperti saat ini, TMC dilakukan untuk redistribusi curah hujan, sehingga hujan diharapkan dapat turun di wilayah lain dan tidak terfokus di satu daerah.
“Modifikasi cuaca diharapkan dapat menurunkan hujan pada posisi sebelum target. Misalnya, jika targetnya di Jakarta dan arah angin dari barat daya ke tenggara, maka kami semai NaCl di wilayah Laut Jawa, agar hujan tidak turun di Jakarta sesuai rekomendasi BMKG dan BRIN,” jelas Agus.
Agus juga mengatakan, meski modifikasi cuaca ini dilakukan, bukan berarti kemudian masyarakat tidak perlu lagi melakukan mitigasi dan antisipasi. Sebab, faktor pemicu terjadinya bencana tidak hanya cuaca saja, tetapi juga dari berbagai hal mulai dari bagaimana kondisi hulu hingga tata kelola di bagian hilirnya.
Menurut Agus, masyarakat bersama pemerintah daerah tetap wajib melakukan upaya-upaya mitigasi, peningkatan kesiapsiagaan dan antisipasi lain yang dianggap perlu dalam rangka meminimalisir dampak risiko bencana.
Terkait pelaksanaan modifikasi di wilayah luar Jawa, Agus mengatakan nantinya akan ada evaluasi bersama antar lintas kementerian/lembaga yang terlibat.
(lav)