"Kalau dilihat lifting Migas semuanya di bawah asumsi, cukup rendah dibanding asumsi 2023 dan realisasi 2022," kata Sri Mulyani.
Kemudian, harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada 2023 tercatat US$78,43 atau lebih rendah dari target yang mencapai US$90. Menurut Sri Mulyani, harga ICP cenderung volatil di sepanjang tahun 2023, terutama dipengaruhi oleh faktor geopolitik, permintaan minyak dunia, dan kebijakan pemotongan produksi OPEC+.
"Meskipun OPEC memutuskan untuk memotong produksi, tapi karena lingkungan permintaan global melemah, dan muncul banyak alternatif renewable energy jadi harga minyak mengalami tekanan yang tidak mudah," tutur Sri Mulyani.
Hanya rata-rata tertimbang suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun yang memiliki kinerja baik. Pada lelang terakhir 12 Desember 2023, angkanya tercatat 6,68% ytd, dengan imbal hasil (yield) yang dimenangkan 6,74%. Angka ini lebih rendah dari target APBN, yakni 7,9%.
"Pada 2022 kelihatan capital outflow (aliran dana asing yang keluar) di SBN sangat dalam, tapi ternyata kita bisa mengelola lebih baik pada 2023," kata Sri Mulyani.
Terakhir, laju inflasi sepanjang tahun lalu tercatat 2,61%, lebih rendah dari target APBN yang sebesar 3,6%. Sri Mulyani mengklaim laju inflasi yang landai merupakan capaian prestasi pemerintah yang berhasil mengendalikan harga.
Di sisi lain, menurut Tim riset Bloomberg Technoz, inflasi dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat. Teori ilmu ekonomi yang dikenal sebagai 'Kurva Phillips' memperlihatkan hubungan jangka panjang antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau antara inflasi dan pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memicu tingkat inflasi jadi tinggi. Serupa, semakin rendah pengangguran maka kian tinggi pula tingkat inflasi. Begitu juga sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menciptakan inflasi yang juga rendah. Inflasi rendah juga bisa berarti tingkat pengangguran yang tinggi.
(lav)