Pendukung rencana pertanian itu mengatakan militer, yang memiliki pengaruh besar ke pemerintah, cocok dalam upaya menghidupkan kembali sektor yang terus tergerus ini karena kemampuan mereka mempercepat proyek pemerintah.
Sementara itu, pihak lain melihat potensi jebakan - seperti risiko memberi kendali pada militer akan berdampak pada perbaikan sturuktural jangka panjang yang diperlukan untuk memodernisasi sektor pertanian.
Kesepakatan yang disebut Inisiatif Pakistan Hijau ini berada di bawah dewan ekonomi yang baru dibentuk dan dipimpin bersama dengan militer. Dewan ini bertugas juga meningkatkan investasi asing langsung.
Proyek ini bertujuan mendapatkan modal dari negara-negara sahabat di Timur Tengah yang bergantung pada impor pangan. Setelah mantan Perdana Menteri Shehbaz Sharif meresmikan dewan ini Juli lalu, dia meminta bantuan dana miliaran dolar dari negara-negara teluk sebagai langkah awal.
"Inisiatif Pakistan Hijau adalah kewajiban dan tanggung jawab nasional kita bersama," kata Sharif dalam acara peresmian dewan itu.
Meski rincian proyek ini masih belum jelas, inisiatif ini kemungkinan akan menerapkan mekanisme berbagi keuntungan antara militer dan pemerintah daerah.
Militer Pakistan juga akan bertanggung jawab atas lelang sewa lahan yang akan diberikan maksimal selama 30 tahun.
Kewenangan ini, ditambah kepemimpinan militer di dewan ekonomi, membuat angkatan bersenjata negara itu bisa terlibat dalam kebijakan tanah pertanian dan penetapan prioritas investasi selama beberapa dekade ke depan.
Industri Hancur
Sektor pertanian Pakistan kesulitan mengatasi sejumlah masalah seperti akses ke pasar yang buruk, cara bertani kuno dan musim kemarau, serta banjir yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Seperti di India, mayoritas petani Pakistan adalah petani kecil sehingga sulit melakukan perubahan secara besar-besaran.
"Kami punya lahan. Kami tidak punya sumber daya. Dan kami tidak punya teknologi," kata Sabbah Uddin, pengamat dan juga seorang petani. "Tidak ada strategi yang bagus."
Selama bertahun-tahun, ketika jumlah penduduk Pakistan terus bertambah, pemerintah Pakistan berpaling ke pasar luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Negara ini sekarang berubah dari eksportir gandum menjadi importir bahan pangan utamanya itu. Rata-rata produksi gandum dalam lima tahun terakhir -2,9 ton per hektar - 17% lebih rendah dari India, 49% lebih kecil dari China dan 47% lebih rendah dari Uni Eropa.
Terus bergantung pada industri yang melemah, ditambah dengan ancaman perubahan iklim, sekarang "menimbulkan kekhawatiran besar terkait keamanan pangan," kata Abdul Wajid Rana, dari Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional di Islamabad.
Pertanian oleh korporasi di bawah Inisiatif Pakistan Hijau adalah satu jalan untuk mendongkrak produksi tanaman. Akhir tahun lalu, negara ini menandatangani nota kesepahaman dengan Kuwait bernilai US$10 miliar untuk sejumlah proyek termasuk proyek ketahanan pangan.
Pemerintah juga berencana bekerja sama dengan China Machinery Engineering Corp, perusahaan alat berat mesin dan rekonstruksi, dan Famsum, perusahaan peralatan pertanian dari China. Dewan investasi asing Pakistan, SIFC, akan mengkoordinir kerja sama di masa depan.
Perusahaan-perusahaan yang terlibat mengatakan program pemerintah itu sudah membebaskan sejumlah besar lahan.
"Skala besar ekonomi sangat penting dan ini yang bisa diwujudkan oleh SIFC," kata Farrukh Amin, dari Unity Foods Ltd., perusahaan Pakistan di sektor bibit dan produksi minyak.
Amin mengatakan kelompok usahanya itu sudah menandatangani nota kesepahaman terkait 30 ribu lebih hektar lahan di Punjab.
SIFC tidak membalas pertanyaan tertulis yang diajukan. Militer negara ini juga tidak menjawab permintaan komentar atas artikel ini.
Takut Digusur
Inisiatif Pakistan Hijau juga mendapat kritik. Awal tahun ini, Pengadilan Tinggi Lahore melarang sementara pemerintah daerah Punjab untuk menyerahkan lahan seluas 18 ribu hektar lebih ke militer. Pengadilan ini juga mempertanyakan dasar hukum penyerahan lahan itu.
Tetapi perintah pengadilan itu akhirnya dicabut dan berkas perkara menunjukkan sekitar satu juta hektar lahan di Chlolistan dan wilayah lain telah ditetapkan untuk proyek ini.
"Menurut saya ini proyek yang tidak boleh gagal," kata Ahmad Rafay Alam, pengacara yang ikut mengajukan petisi menentang penyerahan lahan di Punjab itu.
Dalam berkas perkara yang diajukan ke pengadilan, militer mengatakan bahwa Inisiatif Pakistan Hijau berada di bawah kewenangannya karena isu masalah pangan - seperti mencegah kelaparan - terkait dengan keamanan nasional.
Di desa Chak No.20/ML, di kecamatan Bhakkar, Punjab, warga memiliki alasan lain dalam menentang proyek ini. Kebanyakan dari mereka takut lahan tempat mereka mencari nafkah disita. Lahan itu disewakan oleh pemerintah beberapa dekade lalu berdasarkan skema pengembangan susu dan peternakan.
Muhammad Saleem, salah satu warga dari 150 orang yang menandatangani petisi memprotes penyerahan tahan itu, mengatakan dia berhak atas kepemilikan tanah yang digarap oleh ayahnya pada 1950=an setelah kebijakan Pemisahan memaksanya pindah ke Pakistan dari India.
"Kami sudah menetap di hutan ini karena warga kami bekerja keras," kata Saleem.
Namun, Pengadilan Tinggi Lahore memutuskan penandatangan petisi Bhakkar ini tidak memiliki surat sewa resmi atas lahan mereka meski mereka dianggap sebagai penggarap oleh pemerintah.
Kekhawatiran lain adalah rencana ambisius ini akan membuat petani kecil kehilangan potensi profit mereka. Harga tanah yang ditawarkan oleh Inisiatif Pakistan Hijau terlalu tinggi bagi sebagian besar petani penggarap itu, kata Muzaffar Hotiana, petani dari kecamatan Pakpattan yang sedang mempertimbangkan menyewa lahan di Cholistan.
"Petani Pakistan tidak diuntungkan," katanya.
Cetak Biru Militer
Program pertanian oleh korporasi ini dibuat ketika Pakistan berada di era penuh ujian. Kesulitan ekonomi memaksa pemerintah mendapatkan paket bantuan dari Dana Moneter Internasional, IMF, bulan lalu.
Dengan latar belakang ini, keterlibatan militer bisa dipandang sebagai pertanda positif oleh investor yang menginginkan stabilitas," kata Uzair Younus, dari Atlantic Council.
Dalam sejarah setelah merdeka, militer memainkan peran penting dalam politik tapi pada beberapa tahun terakhir militer juga mulai tertarik ke dunia korporasi. Militer memiliki 50 perusahaan komersial, dari produksi semen hingga perbankan dan pengembang rumah. SIFC sekarang akan memberi kewenangan resmi kepada militer untuk berhubungan dengan perusahaan asing.
"Ini akan membantu investor, terutama perusahaan investasi milik pemerintah seperti Arab Saudi dan Emirat Arab," kata Younus yang mencatat bahwa prosedur berkepanjangan merupakan hambatan utama berbisnis di Pakistan.
Meski demikian, keterlibatan militer bisa membuat para petani marah. Sejumlah perkebunan milik militer sering diprotes di masa lalu dan proyek-proyek komersial masih merupakan topik yang masih diperdebatkan.
"Kepentingan korporasi militer adalah fakta yang tidak bisa dibantah," kata Aasing Sajjad Akhtar, guru besar ekonomi politik di Universitas Quaid-i-Azam, merujuk pada sejarah panjang terkait pembagian lahan pertanian pada perwira militer.
Melalui konglomerat bisnisnya, Fuaji Foundation, militer menjalankan perusahaan pangan dan susu bernama Fauji Foods yang baru saja menjadi perusahaan dengan profit setelah bertahun-tahun kesulitan keuangan.
Satu unit bisnis baru, FonGrow, juga mengembangkan fasilitas pertanian berteknologi tinggi. Perusahaan ini membuka perkebunan pertama mereka di Punjab tahun lalu.
Dalam presentasi di Karachi November lalu, Shahid Nazir, Dirjen Proyek Strategis Militer Pakistan, mengatakan bahwa skala Initiatif Pakistan Hijau sudah besar dan sejauh ini 566 ribu hektar lahan telah diserahkan ke investor asing.
Mengamankan Pakistan
Bagi pemerintah Pakistan, pertanian korporasi merupakan jalan untuk mengatasi cuaca ekstrim yang terus meningkat.
Contohnya adalah padang pasir di Cholistan. Inisiatif Pakistan Hijau ini memanfaatkan teknologi mengirit air di wilayah ini. Menemukan cara yang lebih berkelanjutan untuk irigasi sangat penting bagi Pakistan karena 90% penggunaan air ada di sektor pertanian.
Tidak banyak yang menentang bahwa Pakistan perlu memperbaiki sektor pertaniannya. Saat ini sektor ini mempekerjakan dua perlima dari populasi negara itu tetapi hanya menyumbang seperlima pada produk domestik bruto. Pertanyaannya adalah bagaimana memastikan bahwa warga setempat tidak akan dirugikanjika sumber lahan dan air Pakistan yang terbatas itu dialihkan untuk ekspor.
"Negara ini mendambakan harapan," kata Uddin, yang juga mantan petani. "Tetapi akan ada titik dimana situasinya tidak bisa kita kendalikan lagi dan kami hanya akan dieksploitasi."
Untuk jangka pendek Inisiatif Pakistan Hijau bertujuan membuat industri ini lebih produktif dan menggantikan impor, serta mendorong surplus untuk bahan pangan pokok.
Banyak lahan yang bisa disewakan itu berlokasi di wilayah kering dan belum berkembang, dan memerlukan inisiatif irigasi.
Jika padang pasir luas itu bisa berubah menjadi daerah hijau, profit pun akan datang, di bawah pengawasan militer.
(bbn)