Logo Bloomberg Technoz

Hanya 28 saham yang mencatat return positif, beberapa di antaranya harganya naik hingga ribuan persen. Return negatif berarti menghadapkan investor pemegang saham dalam capital loss yang bisa terealisasi menjadi kerugian bila ia melepas sahamnya di harga lebih rendah ketimbang harga IPO. 

Tahun ini, di pipeline BEI sudah ada sedikitnya 30 rencana IPO perusahaan di mana pada Januari ini dijadwalkan sekitar delapan saham perdana ditawarkan. 

Agar terhindar dari 'jebakan' saham IPO, sebaiknya para investor terutama pemula, memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Tentukan Tujuan Pembelian

Membeli saham IPO sebagai investasi jangka panjang akan berbeda strategi dengan yang bertujuan jangka pendek. Membeli saham untuk tujuan trading atau berdagang jangka pendek dan berharap cuan dari naik turun harga dalam rentang singkat, sebaiknya diikuti juga dengan batasan di level berapa investor akan mengambil profit atau menanggung rugi.

Secara sederhana, trader penting memiliki batasan profit dan loss. Misalnya, akan disiplin menjual ketika kenaikan harga sudah 10%-20%. Penting juga untuk membatasi level kerugian di awal. Misalnya, memasang stoploss di angka 10% sehingga saat harga saham IPO sudah tergerus 10%, sahamnya harus dilepas.

Sebaliknya, bila seorang investor meniatkan pembelian saham IPO sebagai investasi jangka panjang, perlakuannya tentu akan berbeda karena time horizon investasinya lebih lama sehingga tidak terpengaruh naik turun harga saham dalam jangka pendek. 

Bila tujuannya adalah investasi jangka panjang, penting sekali untuk memastikan pembacaan atas fundamental perusahaan sudah memadai sehingga risiko terjebak di saham yang buruk bisa diminimalisasi.

2. Baca Prospektus IPO

Jangan membeli kucing dalam karung. Kenali dulu isi 'jerohan' perusahaan yang hendak melepas sahamnya tersebut. Investor bisa membaca prospektus IPO saat masa penawaran dibuka yang pasti diedarkan secara luas.

Membaca prospektus IPO wajib dilakukan baik bagi investor yang berniat membeli untuk jangka pendek saja maupun jangka panjang. Bila pembelian dilakukan tanpa mengenali lebih dulu 'barang' yang dibeli, sama saja melakukan spekulasi yang sangat berisiko.

Aturan dari Otoritas Jasa Keuangan juga mewajibkan calon investor membaca lebih dulu baik itu prospektus di masa penawaran awal (periode book building) dan prospektus pada masa penawaran (offering).

Beberapa informasi yang bisa dicek dalam prospektus IPO di antaranya adalah profil perusahaan, jumlah saham yang ditawarkan, harga saham, lalu rencana penggunaan dana. Bila penggunaan dana hasil IPO lebih banyak digunakan untuk membayar utang, investor perlu lebih detil lagi mencermati. Sementara bila hasil IPO diarahkan untuk membiayai ekspansi, investor bisa menghitung apakah rencana-rencana yang disiapkan cukup realistis, dan sebagainya.

Kemudian penting juga untuk membaca secara cermat profil perusahaan mulai dari kondisi keuangan, laporan keuangan, perkembangan permodalan, kondisi utang, hingga struktur manajemen perusahaan dan informasi pihak-pihak terafiliasi.

Jangan lupa juga mempelajari prospek usaha dan analisis terkait strategi perusahaan ke depan, berikut kebijakan dividen dan dan informasi-informasi lain yang dimuat dalam prospektus IPO tersebut.

3. Cari Analisis Pembanding

Setelah membaca isi prospektus IPO yang dirilis oleh perusahaan terkait, penting juga bagi investor mencari analisis pembanding. Ini berguna untuk memperkaya penilaian Anda sebelum memutuskan membeli.

Analisis pembanding bisa dibaca di media massa tepercaya, atau bisa juga membacanya di sekuritas-sekuritas saham yang merilis hasil riset khusus terkait saham tersebut.

Investor bisa meghitung fundamental perusahaan yang hendak IPO tersebut. Ada beberapa indikator umum yang bisa digunakan untuk menganalisis fundamental sebuah perusahaan. Mulai dari PER (Price to Earning Ratio), PVB (Price Book to Value), ROE (Return on Equity), EPS (Earning Per Share), DER (Debt to Equity Ratio) dan lain sebagainya.

Dengan melakukan 'PR atau pekerjaan rumah' sebagai calon investor saham IPO, risiko terjebak atau 'nyangkut' di saham-saham debutan bisa diminimalisasi. 

4. Pakai 'Uang Dingin'

Setelah memastikan sudah memahami saham yang hendak dibeli, seorang investor tetap penting menimbang kondisi keuangannya sebelum berinvestasi. Investasi saham termasuk investasi berisiko karena pergerakan harga saham bisa sangat fluktuatif yang membutuhkan kesiapan mental.

Itulah mengapa saham disarankan sebagai instrumen investasi jangka panjang. Menjadikannya sebagai instrumen jangka pendek untuk trading membutuhkan kemampuan analisis teknikal dan fundamental yang mumpuni selain kesiapan mental menghadapi volatilitas harga. 

Lebih dari itu, supaya langkah investasi tidak menjadi boomerang keuangan pribadi, sebaiknya Anda memastikan keuangan sudah cukup sehat sebelum memutuskan membeli saham. Investasi saham, juga investasi di instrumen-instrumen agresif lain, disarankan memakai 'uang dingin' di mana ketika nilai modal yang Anda tanamkan turun, keuangan Anda tidak terpengaruh dan tetap baik-baik saja. Pastikan juga Anda tidak memakai uang pinjaman atau berutang saat membeli saham karena itu akan sangat berisiko bagi kesehatan keuangan pribadi.

(rui/aji)

No more pages