Menjelang akhir tahun, Jokowi baru menanyakan persoalan penyerapan anggaran negara dengan menghubungi Bendahara Negara via Telepon. Layaknya orang asing yang tak mengenal kondisi Tanah Air, Kepala Negara mengaku heran terkait kondisi yang sedang terjadi hingga membuat belanja negara tertahan.
"Realisasi belanja pemerintah pusat masih 76%, padahal tinggal 3 minggu lagi. Hal-hal seperti ini selalu saya ikuti dan saya telepon Menteri Keuangan ke Bank Indonesia, sebenarnya kondisinya seperti apa?" ujar Jokowi.
Menanggapi keluhan Kepala Negara, sehari setelahnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan keterangan pers dan menyatakan bahwa APBN akan difungsikan untuk terus menjaga stabilitas sosial ekonomi melalui pembangunan pondasi kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan reformasi lainnya.
Masalah Klasik Pola Belanja di Akhir Tahun
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai pola realisasi penyerapan belanja di tahun ini seperti mengulangi masalah klasik dari penyerapan anggaran yang bertumpuk di akhir tahun.
Menurut dia, ada beberapa hal yang menjadi penyebab permasalahan ini kerap kali terjadi. Pertama, masalah perencanaan dan pemantauan pemerintah. Hal ini masih menjadi persoalan, meski pemerintah sudah mulai mempercepat DIPA untuk K/L, baik di level pusat maupun daerah.
"Hanya saja dari proses eksekusi di level daerah misalnya, sering kesulitan untuk menjalankan beberapa realisasi transfer dari pemerintah pusat. Ini karena belum ada petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis dari pos belanja tersebut," ujar Yusuf kepada Bloomberg Technoz, Rabu (3/1/2024).
Di saat bersamaan, lanjut Yusuf, pemerintah daerah juga harus memenuhi persyaratan dari pemerintah pusat ketika ingin mencairkan beragam pos dari transfer ke daerah tersebut. Proses pemantauan belanja negara secara digital juga belum sepenuhnya optimal, sehingga pemerintah tak mengetahui lebih dini jika ada belanja yang terhambat. Pada akhirnya, pemerintah juga tak melakukan mitigasi atas komposisi atau komponen belanja lebih awal.
Dia menambahkan, realisasi belanja yang bertumpuk di akhir tahun juga dipengaruhi oleh kendala administratif yang datangnya memang belakangan. Artinya, belanja negara bisa saja sudah terealisasi, tetapi administrasi pencatatan dari belanja tersebut belum masuk.
"Jadi, ketika pemerintah melakukan penyesuaian dan menutup buku tahun anggaran, bukti-bukti administratif dari belanja baru masuk di akhir tahun, sehingga terlihat seperti relasi belanja bertumpuk di akhir tahun," kata Yusuf.
Yusuf berpendapat, kualitas belanja negara sepanjang 2023 cukup variatif. Salah satu pos belanja yang tidak produktif adalah untuk pembayaran bunga utang. Proporsi pos belanja ini terus mengalami peningkatan.
"Saya kira pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana memastikan komposisi belanja bunga utang ini tetap proporsional," kata Yusuf.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai belanja negara sepanjang tahun lalu relatif berkualitas. Pasalnya, hal itu mengikuti siklus pencairan akhir tahun untuk subsidi pupuk dan transfer daerah.
"Untuk PMN juga memang karena sudah dialokasikan dan tinggal memenuhi legalitas dokumennya. Jadi saya rasa ini sudah cukup berkualitas sesuai dengan alokasi awal," kata Riefky.
Capai Target Berkat Rombak Komposisi Belanja
Dalam perkembangannya, Sri Mulyani melaporkan belanja negara sampai 28 Desember 2023 sebesar Rp2.966 triliun atau 95% dari target pemerintah. Tak berselang lama, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyatakan belanja negara sepanjang tahun lalu, tepatnya sampai 31 Desember sudah mencapai Rp3.121,9 triliun, 100,2% dari target dalam Perpres 75/2023 yang sebesar Rp3.117,2 triliun.
Artinya, pemerintah membelanjakan uang negara Rp155 triliun hanya dalam tiga hari di pengujung tahun, yakni pada 29-31 Desember 2023.
Belanja negara akhirnya mencapai target di detik-detik akhir masa injury time. Itupun setelah Presiden Jokowi mengutak-atik komposisi anggaran sana-sini dalam susunan APBN perubahan terbaru. Kepala Negara menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.
Terkait penyerapan anggaran yang dikebut di pengujung tahun, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Astera primanto Bhakti menjelaskan ada beberapa belanja yang baru direalisasikan di akhir tahun, karena proses dasar hukum yang harus diselesaikan sebelum pencairan.
"Ada tiga klaster, pertama dana transfer daerah, subsidi pupuk, dan PMN (penyertaan modal negara)," ujar Astera dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (2/1/2024).
Rinciannya, terdapat pencairan dana transfer daerah yang terkait dengan dana bagi hasil. Selain itu, ada pula sebagian kecil spesific grant Dana Alokasi Umum (DAU) yang persyaratannya baru bisa dipenuhi, sehingga baru dibayarkan pada akhir tahun.
Sebagai informasi, specific grant DAU terdiri atas, penggajian formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, pendanaan kelurahan, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum.
Selain itu, ada sebagian kecil pencairan dana untuk subsidi pupuk karena persoalan pemenuhan persyaratan. Terakhir, pencairan PMN baru bisa dilakukan setelah pihak terkait memenuhi dasar hukumnya.
(lav)