Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Indonesia memang terbebas dari kebijakan pengenaan kembali bea masuk batu bara oleh China, tetapi hal tersebut dinilai tidak akan membantu mengatrol kinerja ekspor komoditas energi fosil RI ke Negeri Panda.

Presiden Komisaris HFK International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan kebijakan penerapan kembali bea masuk batu bara oleh China mulai awal tahun ini tersebut akan lebih berdampak ke negara eksportir batu bara jenis metalurgi atau kokas (coking coal).

"Mayoritas batu bara yang dihasilkan Indonesia merupakan batu bara termal yang umumnya digunakan untuk pembangkit listrik dan harganya lebih murah. Kesimpulannya, kebijakan ini tidak berpengaruh untuk eksportir RI," ujarnya saat dihubungi, Rabu (3/1/2023).

Kebijakan China itu sedianya mengatur batu bara kembali akan dikenakan bea masuk, setelah komoditas itu sempat dibebaskan dari tarif impor sejak Mei 2022.

Negara-negara eksportir seperti Mongolia, Rusia, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Afrika Selatan bakal terkena tarif 6% untuk batu bara termal dan 3% untuk batu bara kokas yang digunakan oleh pabrik baja.

Namun, Indonesia dan Australia justru mendapat pengecualian berkat adanya kesepakatan perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) China-Asean yang berlaku sejak 2015.

Impor batu bara China./dok. Bloomberg

Dalam kaitan itu, Sutopo mengatakan, semestinya yang paling terdampak dalam kebijakan tersebut yakni negara-negara eksportir batu bara kokas seperti Rusia dan Mongolia, sebagai negara pemasok terbesar ke konsumen bahan bakar fosil terbesar di dunia itu.

"Perubahan tarif impor memiliki dampak yang terbatas terhadap peningkatan volume impor, karena impor batu bara China dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketegangan geopolitik dan keterbatasan logistik."

Rusia sendiri telah menjadi pengirim batu bara kedua terbesar ke China dan tujuan jangka panjang kedua negara adalah mencapai pasokan tahunan sebanyak 100 juta ton.

Penjualan batu bara bulanan Rusia ke China telah menurun sejak mencapai puncaknya sebesar lebih dari 10 juta ton pada Juni 2023 karena pengiriman batu bara tersebut menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan negara asal lainnya.

Penurunan itu juga diklaim akan lebih parah setelah penerapan pajak tersebut diberlakukan kembali.

Impor batu bara China dari Rusia./dok. Bloomberg


Adapun, pemberlakukan kebijakan tarif itu memang dimaksudkan untuk melindungi perusahaan pertambangan China dari dampak kelebihan pasokan, setelah produksi dalam negeri juga meningkat ke titik tertinggi sepanjang masa.

"Kebijakan ini merupakan kebijakan ekonomi. China memiliki kebiasaan untuk mengumpulkan persediaan komoditas sebanyak-banyaknya dikala harga jatuh, hal ini tidak hanya terbatas pada batu bara, tetapi juga sumber energi lainya termasuk komoditas pertanian," jelas Sutopo.

(wdh)

No more pages