Merosotnya obligasi di seluruh dunia mencerminkan keraguan bahwa para pengambil kebijakan akan memberikan pelonggaran moneter sebesar yang diperkirakan oleh pasar uang, dan bank sentral enggan untuk menghentikan upaya melawan inflasi terlalu cepat.
Pedagang sedang menunggu rilis risalah rapat Fed terbaru pada Rabu. Nadanya diperkirakan akan hawkish, menurut Ian Lyngen dari BMO Capital Markets.
“Kejutan yang bersifat dovish, meski tidak mungkin terjadi, akan memiliki nilai kejutan yang jauh lebih besar bagi pasar yang sudah tidak lagi menganggap remeh The Fed dan memilih pendekatan yang lebih skeptis,” tulis ahli strategi tersebut.
Data lowongan pekerjaan pada Rabu dan data nonfarm payrolls pada Jumat juga akan dipindai untuk mencari tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja.
“Jika Powell benar bahwa inflasi dapat makin melambat tanpa peningkatan tajam dalam pengangguran, maka reli saham dan obligasi dapat dibenarkan,” menurut Bloomberg Economics. Kristalina Georgieva, kepala International Monetary Fund (IMF), mengatakan kepada CNN International bahwa perekonomian AS “pasti” menuju soft landing berkat “ketegasan” The Fed dalam mengendalikan inflasi.
Hampir semua mata uang negara berkembang diperdagangkan melemah terhadap greenback. Yen melemah dalam perdagangan tipis karena investor memantau kondisi pasca gempa bumi di Jepang pada hari Senin.
Bitcoin naik di atas $45,000 untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun pada Selasa. Antisipasi makin meningkat seputar perkiraan persetujuan AS untuk dana yang diperdagangkan di bursa yang berinvestasi langsung pada token terbesar.
Di tempat lain, harga minyak merosot setelah sempat naik di tengah gangguan pengiriman yang sedang berlangsung di Laut Merah. West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati US$70 per barel.
Di Asia, sentimen melemah setelah Presiden China Xi Jinping mengakui bahwa beberapa perusahaan dan masyarakat telah mengalami masa sulit pada 2023 karena adanya pengakuan yang jarang terjadi mengenai tantangan domestik yang dihadapi negara ini.
Meskipun pelemahan terus terjadi di China, beberapa investor menganggap kemerosotan hampir 60% sebagai sinyal untuk membeli saham China. Hampir sepertiga dari 417 responden survei Markets Live Pulse terbaru Bloomberg mengatakan mereka akan meningkatkan investasi mereka di China selama 12 bulan ke depan.
(bbn)