Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik juga membawa konsekuensi pada pajak rokok, yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes). Meskipun pengenaan cukai atas rokok elektrik dimulai pada tahun 2018, pajak rokok tersebut belum dikenakan secara langsung. Sehinghga menurut pemerintah hal tersebut memberikan masa transisi yang memadai sesuai dengan konsep piggyback taxes yang diimplementasikan sejak tahun 2014, sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 tahun 2009.
Meskipun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya mencapai Rp1,75 triliun atau sekitar 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam pengendalian konsumsi dan kesehatan masyarakat.
Kebijakan ini disebut juga sebagai wujud kerjasama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, khususnya pelaku usaha rokok elektrik, dengan harapan bahwa manfaatnya dapat dirasakan secara optimal oleh masyarakat. Sebanyak 50% dari penerimaan pajak rokok diarahkan (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum, mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik di daerah.
"Kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat."
(prc)