Logo Bloomberg Technoz

ESDM Akui Keamanan Smelter China Kurang, Ombudsman Akan Cek

Sultan Ibnu Affan
29 December 2023 16:05

Kondisi pengamanan pascabentrok di pabrik peleburan nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) pada Senin (16/1/2023). Pabrik ini dikelola Jiangsu Delong Nickel Industry Ltd di Morowali Utara, Sulawesi Tengah (Sumber: Humas Polda Sulteng)
Kondisi pengamanan pascabentrok di pabrik peleburan nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) pada Senin (16/1/2023). Pabrik ini dikelola Jiangsu Delong Nickel Industry Ltd di Morowali Utara, Sulawesi Tengah (Sumber: Humas Polda Sulteng)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara tersirat mengamini smelter nikel dari investor China yang membanjiri Indonesia timur masih kurang kuat dalam aspek keamanan jika dibandingkan dengan hasil investasi dari negara lain.

Hal itu merupakan respons terhadap insiden ledakan tungku smelter PT Indonesia Tshingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP, Minggu (24/12/2023) pagi. Hanya selang 4 hari, giliran smelter milik PT Gunbuster Nickel Industri di Morowali Utara mengalami kebakaran, Kamis (28/12/2023) sore.

“Harus diingat, [perusahaan] pertama yang masuk di nikel itu Vale Canada, kemudian Jepang di Aneka Tambang [Antam]. Cuma kenapa mereka enggak bisa [cepat bangun smelter]? Satu mahal, kedua tidak segesit smelter China. Cuma memang ada kelemahan smelter China, misalnya soal keamanan, seperti kejadian kemarin ini,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Irwandy Arif, Jumat (29/12/2023).

Aspek keamanan yang lemah, lanjutnya, tidak hanya berasal dari teknologi yang digunakan, tetapi juga implementasinya. Terlebih, teknologi pada tungku smelter tidak mudah dioperasikan, sehingga rawan meledak.

“Saya juga punya pengalaman dan Antam dan Vale. Itu tidak mudah. Batanya saja di Indonesia enggak ada yang memenuhi kualitas. Kalau batanya [salah] dipasang, kecelakaan kitia. Itu khusus banget. Kita sampai mendatangkan satu ahli untuk mengganti batanya itu,” ujarnya merujuk pada pengalaman pribadinya saat menjadi komisaris di PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).