Firli dinilai terbukti berhubungan dan menjalin komunikasi dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kemudian menjadi tersangka kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Kementerian Pertanian. Mantan Kapolda NTB tersebut juga tak pernah melaporkan atau memberitahu rekan pimpinan lain tentang pertemuannya dengan SYL.
Dewas juga menilai Firli terbukti menyembunyikan sejumlah harta dengan tak melaporkan 7 aset atas nama istrinya dan kepemilikan mata uang asing senilai Rp7,4 miliar ke dalam LHKPN. Selain itu, Firli juga dianggap tak memberikan contoh atau teladan dengan melanggar kode etik dan perilaku.
Sedangkan pertimbangan ketiga, kata Ari, adalah Pasal 32, UU no. 30 Tahun 2002 tentang KPK sebagaimana beberapa kali diubah yang berisi pemberhentian pimpinan KPK ditetapkan melalui Keppres oleh Presiden.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho menilai pemberhentian Firli harus dilihat dalam konteks telah mendapat sanksi berat dari Dewas KPK. Keberadaan sanksi ini menunjukkan posisi Firli bersalah saat menjabat pimpinan KPK.
"Mengundurkan diri sendiri dengan disuruh mengundurkan diri karena ada sanksi etik. Jadi ini dua hal yang berbeda," kata Albertina.
(prc/frg)