Program afiliasi bagi penjual ini memungkinkan para kreator bekerja sama untuk meningkatkan penjualan dan promosi barang mereka.
TikTok kemudian ikut mendorong para merchant berjualan secara langsung, dan akhirnya memicu kemunculan industri baru seperti penyedia host dan jasa live streaming. Dengan begitu penjual tidak perlu berbagi komisi transaksi ke konten kreator.
Rata-rata kunjungan TikTok terus meningkat seiring dengan terus bertumbuhnya TikTok Shop di tengah banyak orang meremehkan jalur yang dipilih perusahaan. Laporan Bloomberg Businessweek, TikTok yang hadir di Indonesia tahun 2021 telah merusak peta persaingan e-commerce.
Baca Juga: Cara Kerja TikTok Affiliate, Dapat Komisi Engagement Tinggi
Kehadiran TikTok di Indonesia telah menggeser Lazada, e-commerce yang lebih dari 10 tahun telah beroperasi dengan dukungan Alibaba, grup bisnis milik taipan China Jack Ma.
Tak cuma Lazada, Shopee yang sangat populer di Indonesia juga akhirnya terusik hingga perusahaan yang menginduk ke Sea Ltd ini harus mempercepat investasi guna tetap menjaga pertumbuhan bisnis platform e-commerce mereka. Hal yang pada ujungnya dapat mengurangi raihan keuntungan untuk Shopee. Diketahui Shopee tengah menuju menjalankan strategi bisnis profitabilitas, seperti halnya grup GOTO dengan Tokopedia-nya.
Hipotesis perusahaan terbukti, bahwa pengguna di Indonesia menghabiskan rata-rata satu jam sehari untuk menggunakan aplikasi TikTok.
TikTok masih dalam fase mengambangkan platform, belum belum berfokus dalam bagaimana menghasilkan pendapatan lewat aplikasi di Indonesia—sebagai pasar terbesar kedua setelah AS dari sisi pengguna.
TikTok punya ambisi menggeser pola konsumsi media sosial menjadi konsumsi bertransaksi di platform. Strategi ini sangat memusingkan bagi para rival yang sudah mapan.
Bisnis TikTok Shop Diusik Pemerintah
TikTok dikenal publik dengan menawarkan harga lebih murah. Dugaan kemudian muncul bahwa barang-barang yang dijual di TikTok Shop merupakan impor asal China. TikTok dituduh menerapkan strategi predatory pricing, atau menghadirkan harga atas sebuah produk yang murahnya tidak masuk akal.
TikTok juga mendapat penolakan dari para pedagang offline Tanah Abang. Harga yang TikTok tawarkan diduga jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) hingga pedagang kalah siang. Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki kemudian menyatakan TikTok harus ditertibkan karena merugikan pelaku bisnis dan industri dalam negeri, khususnya UMKM.
Strategi predatory pricing TikTok, kata Teten, juga mencakup subsidi ongkos kirim. “Ini memukul UMKM kita yang tidak bisa bersaing,” ucap dia.
Pemerintah lalu menerbitkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) soal tata kelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan yang akhirnya menjegal TikTok karena lewat Permendag hasil revisi aturan No. 31 Tahun 2023 disebutkan salah satunya, model bisnis social commerce hanya bersifat promosi dan dilarang bertransaksi.
Izin TikTok dalam perdagangan online juga disoal, karena selama ini ternyata perusahaan hanya mengantongi lisensi kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (P3A), bukan sebagai PMSE.
Padahal seluruh pengelola marketplace di Indonesia yang memiliki izin PMSE telah memiliki badan hukum sah di Indonesia, seperti disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim. Akhirnya mulai 4 Oktober 2023 lalu, pukul 17:00 WIB TikTok Shop tutup, seperti diumumkan perusahaan.
Tak lama setelahnya TikTok Shop dikabarkan bersiap kembali ke pasar e-commerce Indonesia. Kuat dugaan TikTok Shop menggandeng mitra lokal — kandidat terkuat adalah Tokopedia karena memiliki ekosistem yang terintegrasi (logistik, pembayaran digital), punya basis pengguna yang sangat besar di Indonesia, dan paham mendalam tentang pasar lokal — diyakini oleh Maybank Sekuritas Indonesia, pihak yang awal memberi laporan.
TikTok Shop Tokopedia Ujicoba Platform Sharing di Harbolnas 12.12
Kerja sama akhirnya terjadi antara grup PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dengan TikTok pada 10 Desember 2023. Sebelumnya kesepakatan informal sudah tersiar sejak awal Desember.
Bloomberg News melaporkan bahwa telah terjadi kesepakatan diantara dua entitas ini. TikTok dan Tokopedia tidak lagi bersaing secara langsung dalam platform e-commerce di Indonesia.
Skemanya TikTok membeli mayoritas saham di Tokopedia, lengkap dengan komitmen investasi jangka panjang. Selanjutnya, TikTok Shop dapat beroperasi di bawah kendali Tokopedia, yang memiliki izin Pengelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Perdagangan TikTok Shop masih berjalan hingga kini, dimana proses pemesanan hingga dukungan kepada pembeli berada pada sistem elektronik Tokopedia. Sedangkan sistem TikTok mengambil peran promosi dan etalase produk.
GOTO menyatakan dalam paparan media, Senin (11/12/2023), kemitraan strategis menjadi bentuk “menggabungkan e-commerce konvensional dengan live sommerce untuk kembangkan fitur baru dengan komunitas TikTok. Meningkatkan ragam produk yang tersedia. Peluang keterlibatan lebih tinggi dan lebih dalam untuk berkontribusi pada pertumbuhan UMKM.”
TikTok Shop Terabas Aturan, Platform Transaksi Belum Dipisah
Pasca kembali di layanan ujicoba Harbolnas 12.12 dengan kampanye Beli Lokal, halaman situs TikTok Shop memang menjadi bernuansa hijau khas Tokopedia. Namun sistem transaksinya diklaim belum dipisahkan, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 31 Tahun 2023. TikTok dianggap terabas aturan.
“Saya melihat apa yang sudah terjadi mulai kemarin di 12.12 dan program Beli Lokal, namun mereka masih berjualan di media sosialnya, seharusnya tidak boleh, secara regulasi dilarang,” protes Staf Khusus MenKopUKM Fiki Satari.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim turut meminta TikTok dan Tokopedia menaati aturan, khususnya menyoal sistem elektronik, termasuk back-end operations dan proses migrasi.
Perwakilan Tokopedia mengatakan bahwa proses transisi masih berlangsung. Perusahaan mengutamakan bagaimana integrasi sistem tidak mengganggu kenyamanan pengguna. Imbasnya pada layanan TikTok Shop, seluruh prosesnya tidak link out atau berpindah aplikasi (seamless).
Pengamat teknologi Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute mengatakan sah-sah saja jika pemisahan sistem pembayaran dan promosi produk terjadi di belakang layar, tanpa harus mengganggu pengalaman konsumen ketika berbelanja. Apalagi detail aturan pemisahan sistem, lanjut Heru, tidak tercantum dalam Permendag.
- Dengan asistensi Dovana Hasiana, Rosmayanti, dan Muhammad Fikri.
(wep/rui)