Pada 2022, dunia dikejutkan oleh serangan Rusia ke Ukraina yang kemudian melambungkan harga komoditas energi, termasuk batu bara. Tahun ini, krisis energi itu sudah mereda dan pasokan kembali berlimpah.
Salah satu yang melimpah adalah gas alam. Mengutip catatan S&P Global, penyimpanan (storage) gas alam di Eropa per 3 Oktober sudah terisi 95,99%.
“Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan musim dingin 2021/2022 di mana stok hanya tersisa 25,6%,” sebut riset S&P Global.
Akibatnya, harga gas alam pun turun tajam. Sepanjang 2023, harga gas TTF di Belanda dan di Inggris anjlok masing-masing 60,51% dan 56,97%.
Ketika harga gas turun, maka insentif untuk berpaling ke batu bara menjadi rendah. Ini yang menyebabkan harga batu bara ikut jatuh.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara sejatinya masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 53,48. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang di posisi bullish.
Akan tetapi, angkanya hanya tipis di atas 50. Jadi sebenarnya posisi batu bara bisa dibilang netral.
Sedangkan indikator Stochastic RSI berada di angka 100. Sudah maksimal, sudah jenuh beli (overbought).
Oleh karena itu, sepertinya koreksi harga batu bara masih mungkin terjadi. Target support terdekat adalah US$ 138/ton. Penembusan di titik ini bisa membawa harga turun lagi ke US$ 131/ton.
Sementara target resisten terdekat adalah US$ 154/ton. Jika tertembus, maka harga batu bara bisa menuju US$ 231/ton.
(aji)