Korea Utara memiliki kebiasaan melakukan uji coba rudal balistik dan perangkat nuklir bertepatan dengan pemilu, karena negara itu menentang politisi konservatif yang mengambil sikap keras terhadap Pyongyang. Korea Utara telah menyebut Presiden konservatif saat ini, Yoon Suk Yeol, sebagai "boneka pengkhianat" dan mengancam mengubah Samudra Pasifik menjadi arena tembak sebagai tanggapan atas kerja sama militer yang lebih besar antara AS, Korea Selatan, dan Jepang.
Korea Utara memiliki rekam jejak memanfaatkan janji kerja sama untuk memenangkan konsesi dari pemimpin progresif di Korea Selatan, namun seringkali janji tersebut hanya bertahan sebentar.
Selama masa pendekatan diplomatik di bawah pemerintahan Presiden Moon Jae-in sebelumnya, Korea Utara malah mencap Moon sebagai mediator yang suka ikut campur. Pyongyang mengabaikan seruan Moon untuk berdialog dan meledakkan kantor penghubung senilai US$15 juta di perbatasan utara.
Di bawah pemerintahan Moon dan Yoon, Kim telah menguji lebih dari 100 rudal balistik selama dua tahun terakhir. Hal ini meningkatkan kemampuan Korea Utara untuk melancarkan serangan nuklir terhadap AS dan sekutunya di kawasan tersebut.
Program senjata Kim telah mencapai kemajuan signifikan, termasuk uji coba bulan ini sebuah rudal baru yang dirancang untuk mencapai daratan AS. Selain itu, tampaknya mereka melakukan pengaktifan kembali reaktor nuklir lama yang terbengkalai, yang dapat secara signifikan menambah produksi plutonium.
(bbn)