Setelah proses kickoff itu, Inpex dan mitranya - yakni PT Pertamina Hulu Energy Masela (PHE Masela) dan Petronas Masela Sdn Bhd - akan melanjutkan operasi, termasuk beberapa kegiatan di lokasi serta mempersiapkan pekerjaan FEED paling tidak selama dua tahun atau hingga keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) pada 2026.
Setelah itu, Blok Masela ditargetkan dapat beroperasi penuh atau onstream pada kuartal akhir 2029.
Pendapatan Negara
Proyek ini juga diestimasikan sanggup menghasilkan pendapatan negara senilai US$37,8 Miliar atau setara dengan Rp586 triliun.
Dwi mengatakan, proyek gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) Abadi Masela ini juga merupakan bukti komitmen Indonesia dalam meningkatkan produksi sekaligus menurunkan emisi.
Terlebih, Lapangan Abadi juga memiliki potensi untuk penyimpanan CO2 bahkan menjadi hub CCS dengan kemampuan injeksi CO2 sebanyak 71—80 juta ton dan kapasitas penyimpanan karbon mencapai 1,2 gigaton.
“Hub CCS pada Proyek Abadi Masela menambah daftar proyek CCS yang sedang dibangun di industri hulu migas, sekaligus menegaskan keberpihakan dan kontribusi industri ini dalam mengurangi emisi karbon dan mendukung pemerintah dalam mencapai net zero emission pada 2060," ujar Dwi.
Risiko Keterlambatan
Dia berharap, proses kickoff Blok Masela dapat mensinkronkan tekad bersama untuk mempercepat penyelesaian proyek. Jika proyek Abadi Masela bisa dipercepat, kata dia, maka berpotensi mempercepat penerimaan pendapatan dari proyek ini yang mencapai sekitar US$5 miliar.
Sebaliknya, jika terjadi keterlambatan akan berpotensi tambahnya biaya proyek sekitar US$1 miliar tiap tahunnya, di luar tambahan biaya tenaga kerja.
“Kickoff hari ini adalah milestone penting, dan saya minta tim SKK Migas dan Inpex Masela untuk terus mencari potensi kegiatan untuk mempercepat proyek. Jika proyek Abadi Masela bisa lebih cepat selesai, maka dampaknya sangat besar berupa percepatan penerimaan negara dan tambahan pasokan gas untuk mendukung kebutuhan domestik," tutur Dwi.
Kemajuan dari proyek ini, sambungnya, juga ditunggu-tunggu oleh oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia, karena Blok Masela diharapkan menjadi salah satu tulang punggung untuk mencapai target lifting minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Pada saat yang sama, Managing Executive Officer, Senior Vice President Asia Projects Inpex Akihiro Watanabe pun menghargai dukungan dari SKK Migas dan Pemerintah Indonesia dalam merevisi POD Blok Masela untuk memasukkan CCS.
“Ke depannya, Inpex bersama JVP dengan sungguh-sungguh akan mengimplementasikan revisi POD melalui dukungan dan bimbingan dari SKK Migas dan pemerintah," kata Akihiro.
Sekadar catatan, volume produksi LNG tahunan dari Blok Masela diperkirakan mencapai 9,5 juta ton dan diharapkan dapat berkontribusi untuk meningkatkan ketahanan energi di Indonesia, Jepang, dan negara-negara Asia lainnya serta menghasilkan pasokan energi bersih yang stabil dalam jangka panjang.
Selain itu, proyek ini secara khusus diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan sosial yang sangat dibutuhkan di bagian timur Indonesia, serta untuk mencapai tujuan Indonesia terkait target nol emisi CO2 pada 2060.
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia dengan total cadangan gas sebesar 18,54 TSCF dengan kumulatif produksi gas 16,38 TSCF (gross) atau 12,95 TSCF (sales) dan kondensat 255,28 Million Stock Tank Barrels (MMSTB).
Produksinya diperkirakan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta mtpa dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).
(wdh)