Logo Bloomberg Technoz

Meski demikian, IHSG berhasil mengalahkan saudara serumpun yang masih mencatat return negatif di penghujung tahun, yaitu Bursa Saham Malaysia, KLCI yang drop 2,53%, kemudian menyusul Bursa Saham Singapura yang melemah 0,76%.

No Indeks Bursa Saham ASEAN Return Year-to-Date
1 Dow Jones Industrial Average / DJIA 13,6%
2 Vietnam Ho Chi Minh Stock Index / VN-Index 11,79%
3 Indeks Harga Saham Gabungan / JCI-Index 6,37%
4 Straits Times Index STI Singapore (0,76%)
5 Philippines Stock Exchange PSEi Index (1,14%)
6 FTSE Bursa Malaysia KLCI Index (2,53%)
7 Stock Exchange of Thailand SET Index (15,17%)

Sumber: Bloomberg, data diolah Sesi I Kamis (28/12/2023)

Berdasarkan data di atas, IHSG belum bisa berpuas diri di sepanjang 2023, perbandingannya dengan Bursa Saham Asia dan juga indeks utama Wall Street sebagai tolok ukur, menunjukkan perbedaan yang lebar, di mana Dow Jones Industrial Average mencatatkan kinerja yang ekspansif dengan kenaikan 13,6% sepanjang tahun ini.

Laju indeks saham Tanah Air seiringan dengan sejumlah sentimen yang mewarnai pergerakan masing-masing pergerakan sektoralnya, baik itu sentimen global, regional dan juga sentimen yang datang dari dalam negeri.

IHSG tertekan lantaran sektor komoditas yang terjun bebas sejak awal tahun, mengikuti harga komoditas global yang sedang kehilangan daya tariknya. Termasuk komoditas unggulan RI seperti batu bara, minyak mentah, gas alam, minyak sawit, hingga logam-logaman dasar.

Padahal sektor komoditas menjadi penopang utama sejumlah saham-saham energi yang mempunyai bobot besar terhadap IHSG, termasuk juga dengan ekspor unggulan pada Neraca Perdagangan RI.

Badan Pusat Statistik (BPS) membukukan angka neraca dagang yang melemah. Tercatat, Neraca Perdagangan Indonesia pada pada November 2023 surplus US$2,41 miliar. Sedangkan pada Oktober 2023 sebelumnya surplus US$3,48 miliar.

Harga Batu Bara ICE Newcastle secara Year to Date (Bloomberg)

Di samping itu, neraca dagang RI pada Mei 2023 juga pernah mencetak surplus hanya US$440 juta. Adapun angka surplus tersebut juga merupakan yang terendah sejak Mei 2020 silam.

"Harga komoditas secara umum mengalami penurunan," papar Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam siaran pers di kantornya, pada Desember belum lama ini.

IHSG juga mendapati sentimen kurang mengenakan dari regional, investor cemas mengenai pemulihan ekonomi China pasca pandemi Covid-19 yang berjalan lambat, bahkan tanda-tanda deflasi semakin terus meluas di seluruh wilayah China.

Dengan begitu, melambatnya pertumbuhan ekonomi China terus membayangi keputusan investasi pada emerging markets, termasuk Indonesia.

Kelesuan ekonomi China juga langsung terasa oleh Indonesia karena China adalah negara mitra dagang utama Indonesia. Tercermin dari data ekspor Indonesia ke China yang mengalami penurunan pada November. 

Secara bulanan, BPS melaporkan ekspor ke China turun 6,44%. Secara tahunan, penurunannya lebih dalam yaitu 13,86%.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, permintaan eksternal untuk barang-barang China juga terus melemah, dengan ukuran harga ekspor mencapai level terendah sejak 2009 pada bulan Oktober. Menurut data Changjiang Securities pada pekan lalu, penurunan tersebut menunjukkan siklus destocking di sektor industri belum usai. 

Tekanan Jual Investor Asing

Sejak awal tahun hingga perdagangan 27 Desember, pemodal asing terus mencetak aksi jual bersih (net sell). Berdasarkan Bursa Efek Indonesia, investor asing mencetak jual bersih total mencapai Rp8,12 triliun.

Beberapa saham blue chip menjadi incaran jual para investor asing. Dalam perdagangan, di antaranya UNTR, INCO, BTPS, PGAS, MTEL, ADRO, MNCN, ARTO, GGRM dan SMGR.

Sedang saham yang banyak diborong oleh pemodal asing di antaranya, BBRI, BBNI, AMMN, ICBP, FILM, BUMI, BRMS, BUKA, ANTM, serta ASII.

(fad)

No more pages