"Biaya penambangan bawah tanah memang lebih besar dari tambang terbuka, tetapi dengan adanya disrupsi teknologi, beberapa biaya bisa terpangkas terbuka," lanjut Irwandy melalui keterangan resmi kementerian, dikutip Rabu (27/12/2023).
Dia optimistis peluang tambang bawah tanah di Indonesia akan naik lantaran deposit atau cebakan berkadar tinggi di permukaan makin berkurang. Dengan kata lain, bertambahnya kedalaman deposit akan menyulitkan bila ditambang dengan sistem tambang terbuka karena terbatas oleh stripping ratio.
“Pengetatan dan pembatasan mengenai masalah-masalah lingkungan, serta berkurangnya mobilitas peralatan mekanik pada tambang terbuka apabila penambangan makin dalam menjadi alasan selanjutnya,” tambah Irwandy.
Menurut catatan Kementerian ESDM, potensi tambang batu bara bawah tanah di Indonesia masih sangat besar. Misalnya, di Barito & Asam-Asam Basins dengan 6 Block yang di dalamnya terdapat total potensi 530.711 MTon, di Kutai dan Tarakan Basins dari 13 Block dengan potensi 12,344.515 MTon, serta di South Sumatra Basins dari 20 Block dengan potensi total 20,658.330 MTon batu bara.
Saat ini, selain PT Sumber Daya Energi (SDE) yang baru saja meresmikan produksi pertama tambang bawah tanah pekan lalu, terdapat 15 perusahaan tambang batu bara bawah tanah lainnya di Indonesia antara lain, CV Air Mata Emas dan PT Nusa Alam Lestari di Sumatra Barat, PT Merge Mining Industri Kalimantan Selatan, PT Kusuma Raya Utama di Bengkulu, PT Gerbang Daya Mandiri Kalimantan Timur, PT Sumber Daya Energi, PT Vipronity Power Energy, PT Sugico Pendragon Energi, dan PT Indonesia Multi Energi di Kalimantan Selatan.
Ingin Produksi Kokas
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan pembukaan tambang batu bara bawah tanah pertama di Indonesia milik PT SDE memiliki keunggulan dari sisi biaya produksi dibandingkan dengan tambang konvensional.
“Ya dia kan enggak ngupas [lapisan] atas, juga cost-nya lebih murah daripada ngupas atas. Itu tebalnya kan 200 meter, terus dia dapat [batu bara yang] kalorinya 6.000 kkal,” ujarnya ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (22/12/2023).
Arifin mengatakan dengan teknik pertambangan bawah tanah, pemerintah berharap produksi batu bara metalurgi atau kokas (coking coal) dengan kalorai 7.000 kkal di Indonesia akan lebih ditingkatkan untuk bahan baku industri strategi seperti besi-baja.
“Kita masih ada potensi [batu bara] yang kalor tinggi. Sekarang kan adanya kalor-kalor yang di bawahnya, karena itu paling cepat dipakai untuk pembangkit listrik. Nanti kan harus pensiun, sementara [potensi] yang kokas masih [besar]."
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Suswantono awal pekan lalu meresmikan produksi perdana tambang batu bara bawah tanah di Indonesia milik PT SDE-1 di Kelumpang Barat, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
PT SDE sendiri merupakan perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia yang berproduksi dengan menggunakan metode tambang bawah tanah, dan memiliki kapasitas maksimum batu bara yang ditaksir mencapai 20 juta ton/tahun.
“PT SDE saya harap, wajib untuk melakukan transfer teknologi dan transfer keahlian, dari tenaga kerja asing kepada tenaga lokal. Juga, tetap menggunakan tenaga kerja setempat”, ungkap Bambang.
PT SDE juga merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Penanaman Modal Asing dengan masa berlaku sampai dengan 14 Mei 2034. Luas wilayah PT SDE sebesar 18.500 hektare (ha) yang berlokasi di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
--Dengan asistensi Sultan Ibnu Affan
(wdh)