Mencuplik hasil analisis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Yayasan Auriga Nusantaras, setidaknya terdapat empat isu dalam investasi penghiliran – termasuk smelter nikel – China di Indonesia.
Pertama, masih ditemukan oknum yang melakukan kecurangan dan adanya potensi tumbuhnya tindak pidana korupsi. Hal ini, klaim laporan tersebut, justru akan menimbulkan kerugian ganda pada negara.
Kedua, evaluasi smelter nikel yang memiliki banyak masalah mengakibatkan gagalnya investasi dalam penyertaan modal negara (PMN).
Ketiga, pemasukan negara melalui royalti dan bea keluar berkurang akibat praktik ekspor ilegal.
Keempat, timbulnya kerugian atas tindak penyelewengan fasilitas dan insentif perpajakan. Terlebih, setelah kebijakan penghiliran dilakukan, upaya percepatan industri smelter nikel kerap menghadirkan perubahan regulasi yang inkonsisten dengan aturan undang-undang sebelumnya.
Salah satu kebijakan yang direvisi adalah pengetatan izin ekspor nikel yang mengharuskan adanya afiliasi antara izin usaha pertambangan (IUP) dan smelter. Pada kenyataannya, banyak IUP tambang yang tidak mempunyai afiliasi.
“Hal ini menciptakan celah bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan ekspor bijih nikel secara ilegal,” klaim Celios.
Direktorat DNA KPK, misalnya, menemukan adanya selisih kelebihan ekspor pada periode relaksasi antara 2017 hingga 2019 sebanyak 358.000 wet metric ton (WMT). Temuan dari 400 sampel kapal di pelabuhan pada muatan kapal China mengidentifikasi bahwa 62% dari 248 muatan kapal memiliki kadar nikel >1,7% dan 25% dari 100 kapal bermuatan nikel dengan kadar <1,8%.
Ditemukan pula 18 kapal dari Indonesia yang mengangkut kurang lebih 31 juta ton nikel dengan kadar di atas 1,7%. “Artinya, ekspor nikel ilegal tidak hanya terjadi pada nikel berkadar rendah, tetapi tetapi juga yang berkadar tinggi,” papar Celios.
Modus Pelanggaran
Lebih lanjut, pada 2020 masih ditemukan pelanggaran ekspor ilegal bijih nikel. Data kode HS 2604 memerinci bahwa Bea Cukai China menerima nikel dalam bentuk bijih, yang sebenarnya telah dilarang ekspor oleh RI, dengan nilai US$229,8 juta atau sekitar Rp3,2 triliun.
“Praktis, berdasarkan laporan tersebut negara mengalami kerugian Rp996 miliar pada 2019. Praktik ini menimbulkan kerugian ganda bagi Indonesia. Pertama, negara kehilangan potensi penerimaan dari sisi royalti dan bea keluar akibat ekspor ilegal. Kedua, ekspor bijih nikel ilegal dalam bentuk ore dan tanpa proses pemurnian terlebih dahulu berakibat pada penerimaan negara yang tidak maksimal karena berharga rendah.”
Pelanggaran ini juga didorong karena adanya perubahan regulasi, di mana pada awalnya, pelarangan ekspor nikel kadar rendah akan dilakukan pada Januari 2022.
Namun demikian, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 11/2019 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah mempercepat larangan ekspor nikel berkadar rendah menjadi 31 Desember 2019.
“Transformasi regulasi yang cepat ini menyebabkan pasar tidak siap dan berpotensi menimbulkan penyelewengan aturan, seperti halnya praktik ekspor ilegal. Polemik juga terjadi hingga ke akarnya. Pasalnya, sistem supervisi dan evaluasi pembangunan smelter masih belum diawasi dengan ketat,” tulis laporan tersebut.
Pembangunan Smelter Bermasalah
Akibat dari perubahan aturan tersebut, sistem supervisi dan audit smelter dikatakan belum mampu memastikan pembangunan fasilitas pemurnian selesai sesuai target dan menghasilkan nilai tambah.
Dalam investigasi yang dikutip Celios ditemukan bahwa evaluasi teknologi pemurnian yang tak efisien menyebabkan 8 smelter yang dijadwalkan beroperasi pada 2021 terancam mangkrak.
Menurut Kementerian ESDM, padahal, teknologi smelter yang tak tepat guna akan menurunkan kapasitas produksi, proses pemurnian yang tak sesuai standar, serta menggelembungkan biaya operasional.
Contoh lainnya dialami oleh smelter PT Aneka Tambang (Antam) yang tidak dapat beroperasi sesuai target pada tahun 2019 karena permasalahan pembangunan pembangkit.
Dampaknya, Indonesia tidak hanya menderita kerugian sebesar Rp3,5 triliun dari kegagalan investasi, tetapi juga kerugian insentif perpajakan senilai Rp350 miliar, serta fasilitas perpajakan tax holiday Rp350 miliar apabila hingga tenggat waktu pada September 2022 pabrik tersebut belum beroperasi.
Pabrik tersebut belum juga beroperasi hingga Mei 2023. Terjadi pula kebocoran pada biaya-biaya lain, termasuk di antaranya biaya preservasi Rp14 miliar per tahun, biaya bahan bakar Rp12 miliar per tahun, serta biaya relokasi mesin penyedia pembangkit sebesar Rp1,6 miliar.
“Oleh karena itu, urgensi untuk mengevaluasi pengawasan dan supervisi atas evaluasi pembangunan teknologi smelter serta pengetatan kebijakan relaksasi ekspor dan insentif perpajakan perlu untuk segera terealisasi,” tulis Celios.
Kembali pada insiden teranyar ledakan tungku smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), hingga saat ini kasus tersebut masih diselidiki pihak kepolisian.
Insiden ini terjadi sekitar pukul 5:30 WIB, Minggu (24/12/2023) di sebuah tungku yang sedang dalam masa pemeliharaan, menurut sebuah pernyataan yang dirilis pada hari yang sama oleh manajemen taman nasional. Residu bocor keluar dari tungku dan bersentuhan dengan benda-benda yang mudah terbakar, menyebabkan kebakaran.
Sampai dengan berita ini diturunkan, korban meninggal dunia akibat meledaknya tungku smelter ITSS dilaporkan berjumlah 18 orang.
“Hingga hari ini tercatat korban yang meninggal dunia berjumlah 18 orang, di antaranya 10 orang tenaga kerja Indonesia dan 8 tenaga kerja asing asal China,” kata Head of Media Relation PT IMIP Dedy Kurniawan ketika dimintai konfirmasi, Rabu (27/12/2023) pagi.
PT ITSS memastikan jumlah besaran santunan untuk para pegawai korban ledakan smelter di IMIP. Dalam keterangan perusahaan, PT IMIP akan memberikan santunan Rp600 juta untuk masing-masing ahli waris korban meninggal dunia.
"Santunan secara simbolis akan diserahkan PT IMIP kepada perwakilan ahli waris dari pihak keluarga korban, sedangkan bagi korban non-fatality, santunan yang diberikan sesuai dengan kasusnya masing-masing," tulis pernyataan resmi perusahaan, Selasa (26/12/2023).
(wdh)