“Itu menurut saya lebih kepada bukan sistemnya tapi negara-negara atau orang-orang yang menggunakan sistem itu mestinya tidak dipisahkan daripada nilai-nilai universal yang berada di balik tempat sistem yang ada itu, kemanusiaan dan keadilan dan lain sebagainya,” jelasnya.
Namun di tengah perundingan-perundingan negara-negara terkait konflik antara Israel dan Hamas, pandangan dunia terhadap konflik ini sudah mulai berubah. Negara-negara yang tadinya membela tindakan Israel kini mulai mendorong gencatan senjata guna membebaskan sandera. Bahkan Presiden AS Joe Biden secara tegas meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mulai mengubah strategi perang agar tidak lebih banyak korban sipil tewas.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, jumlah korban tewas saat ini sudah tembus 20.000 orang.
Dorongan keras dari berbagai pihak membuat Israel mulai melunak, bahkan Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan mereka sangat terbuka untuk gencatan senjata dengan pembebasan sandera sebagai imbalan. Akan tetapi, pihak Hamas justru dengan tegas mengatakan pembebasan sandera tidak akan dilakukan sampai Israel menghentikan agresi militer sepenuhnya.
“Jadi secara politik menurut saya justru perkembangan terakhir ini ada hal-hal yang mungkin kita semua masih belum tahu, tentang misalkan kenapa kok Israel tiba-tiba ingin gencatan senjata. Sebaliknya sekarang Hamas yang dulu mungkin ingin gencatan senjata seakan-akan jual mahal atau mungkin malah mengajukan syarat-syarat tertentu untuk bisa dicapainya gencatan senjata ini,” ungkap Hasibullah.
“Mungkin sekarang kita belum bisa memastikan secara terang benderang apa situasi yang terbaik, tapi beberapa orang sudah mulai muncul misalkan soal penarikan pasukan elite Israel dari Gaza itu kan berarti ada sesuatu yang dialami sendiri oleh Israel,” imbuh Hasibullah.
Hasibullah menilai pengajuan resolusi terus mengalami penundaan karena memang sedang ada perkembangan yang cukup dinamis. Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pihak yang memprakarsai resolusi ini tidak ingin Amerika Serikat sampai menggunakan hak vetonya lagi. Artinya UEA sedang mencari momen yang pas di tengah pergerakan perkembangan dinamis yang terjadi di lapangan.
“Justru sekarang Israel dan Amerika yang ingin gencatan senjata ketimbang Hamas. Uni Emirat Arab justru saat ini menunggu momen yang pas. Cari titik yang benar, digunakan pada waktu yang benar, sehingga AS tidak menggunakan veto karena situasi lapangannya sudah sesuai dengan apa yang diinginkan AS,” ungkapnya.
“Uni Emirat Arab berharap agar momennya pas, sehingga resolusi dibuat, kepentingan para pihak mendukung itu, maka bersama resolusi, gencatan senjata lebih panjang disepakati oleh para pihak,” tandasnya.
(ros)