Muhaimin Iskandar unggul dalam menggunakan "slepet" yang merupakan metafora, nilai Wahyutama. Slepet jadi ungkapan untuk membenahi keadaan yang ada saat ini. Cocok untuk calon pemimpin yang berangkat dari oposisi. Slepet mudah diingat dan dipahami publik. "Menunjukkan tekad mengkoreksi kebijakan pemerintahan yang salah sudah cukup bagus. Mudah dipahami dan dapat diingat dengan mudah oleh publik," papar dia.
Namun Muhaimin bukan tanpa celah. Ia beberapa kali sulit mengartikulasikan gagasan di waktu yang terbatas. Hal terjadi pada beberapa kesempatan hingga tampak kurang percaya diri. "Meskipun di akhir-akhir sesi debat, ia nampak lebih bisa kembali berpegang pada pesan-pesan kunci yang hendak disampaikan seperti gagasan "slepetnomics"," jelas dia.
Meski mampu menjaga emosi, Muhaimin dinilai kurang berhati-hati mempersiapkan argumen debat dalam beberapa kesempatan. "Yang paling teringat misalnya adalah jawabannya tentang membangun 40 kota selevel Jakarta sebagai alternatif lebih baik dari membangun ibu kota negara. Kekurang hati-hatian semacam ini jika tidak dikelola berpotensi menjerumuskan Muhaimin di kemudian hari," kata Wahyutama
Gibran yang Dinanti, Pake Jurus SGIE & Carbon Capture
Gibran tampil lebih baik dalam mempresentasikan gagasan dengan basis data dibandingkan kandidat lainnya. Juga mampu memberi tekanan saat debat berlangsung kepada Muhaimin ataupun Mahfud. Strategi Gibran dalam beberapa kesempatan adalah menyerang lawan dengan melempar gagasan lewat pengajuan pertanyaan spesifik.
State of Global Islamic Economy jadi 'senjata' Gibran ke Muhaimin. Carbon Capture and Storage untuk Mahfud. Ini bukan strategi baru, Jokowi pada dua pemilu sebelumnya juga melemparkan istilah teknis ke lawan, yaitu Prabowo Subianto - yang kini berpasangan dengan Gibran.
"Misalnya, pada debat Pilpres 2014, Jokowi mempertanyakan peran tim pengendali inflasi daerah (TPID) yang juga sempat "mempermalukan" wawasan Prabowo kala itu," terang dia. Meski begitu menekan lawan yang dilakukan Gibran semalam bisa berakibat negatif. "Jika sampai menimbulkan kesan arogansi yang merusak brand personality Gibran sebagai sosok kaum muda yang rendah hati, santun, dan respectful terhadap orang yang lebih tua," nilai Wahyutama. Gibran yang nyaris mengaitkan bentuk infrastruktur sosial dengan program bagi-bagi makan siang gratis juga menjadi catatan.
Mahfud MD Arahkan Isu ke Hukum & Pemberantasan Korupsi
Wahyutama menilai cawapres Mahfud MD semalam mampu menguasai jalannya debat karena kerap kali mengaitkan tema ekonomi dengan topik penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, yang menjadi keunggulan dia. Kemampuan debat dan tanya jawab Mahfud menjadi poin plus kaerna berani memulai 'serangan' dengan mengangkat isu IKN.
"Serangan ini yang membuat suasana debat mulai hidup setelah sebelumnya berlangsung normatif. Kemampuan Mahfud dalam berdebat dan merespon serangan dari kandidat lawan juga terbilang cukup baik. Mahfud juga dapat menyokong pendapat-pendapatnya dengan data yang cukup," papar dia.
Mahfud juga menggunakan narasi seperti Ganjar Pranowo dalam mengilustrasikan gagasannya. Namun ini menyimpan kelemahan, karena banyaknya gagasan membuat publik sulit menangkap pesan kunci dari Mahfud. "Yang paling mencolok adalah closing statement Mahfud yang bukannya menekankan gagasan kunci, namun malah membacakan sejumlah program yang ditawarkan paslon Ganjar-Mahfud. Tentu pesan yang terlalu banyak ini sulit menempel di benak publik dan justru kurang berkesan," jelas dia.
(azr/wep)